Penerapan sistem administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak alias Coretax DJP sudah sebulan bergulir. Namun pengembangan sistem yang menelan anggaran negara di atas Rp 1 triliun itu masih menuai kritik. Bukan hanya dari wajib pajak, kritik juga datang dari pengamat IT, terutama terkait lambatnya sistem tersebut.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyoroti berbagai kelemahan proyek yang disebutnya kejar tayang ini. Menurut dia, salah satu masalah utama pengembangan Coretax DJP adalah kurangnya tahapan implementasi yang matang.
Heru menegaskan, sebuah sistem berskala nasional seperti Coretax seharusnya diuji coba bertahap sebelum diterapkan menyeluruh. Kata Heru, model implementasi ideal adalah menerapkan sistem itu di wilayah-wilayah kecil terlebih dulu.
Dari sini, kelemahan dan kelebihannya bisa dievaluasi agar perbaikan dilakukan sebelum meluncur secara nasional. Selain itu, Heru menyoroti minimnya edukasi kepada masyarakat terkait penggunaan Coretax. la menilai banyak wajib pajak yang semula berharap sistem ini mempermudah pelaporan pajak, justru mengalami kesulitan.
Tak hanya soal teknis dan edukasi, anggaran besar yang digelontorkan untuk proyek ini juga menjadi perhatian publik. Dengan nilai proyek triliunan rupiah, Heru menilai wajar jika publik mempertanyakan efektivitas penggunaan dana tersebut. Di sisi lain, Heru menilai tidak adanya manajamen risiko dan mitigasi masalah dalam pengembangan Coretax menyebabkan wajib pajak frustrasi ketika menemui kendala saat menggunakan sistem itu.
Pengamat Teknologi dan Chairman CISSRec, Pratama Pershada menilai, gangguan seperti crash, lambatnya akses atau ketidaksesuaian data, bisa saja dipicu kurangnya kesiapan infrastruktur teknologi. “Seperti kapasitas server yang tak memadai atau arsitektur sistem belum optimal untuk menangani volume data yang besar dan kompleksitas proses perpajakan,” kata dia.
Ditambah lagi, rendahnya kualitas data yang dimasukkan ke sistem. Data yang tidak lengkap, tidak valid atau duplikasi menyebabkan kesalahan dalam proses administrasi pajak. Menurut dia, ini biasanya disebabkan kurangnya mekanisme validasi data pada tahap awal pengumpulan atau transisi data dari sistem lama ke Coretax.
Kendala lainnya, kata dia, berasal dari kurangnya pemahaman dan kemampuan teknis pengguna sistem, baik dari sisi internal pegawai Ditjen Pajak maupun wajib pajak. Pasalnya, tanpa pelatihan memadai, pengguna sering kali kesulitan mengoperasikan sistem baru, yang menyebabkan penurunan produķtivitas dan kesalahan operasional.
Ia juga mewanti-wanti soal keamanan siber Coretax saat terjadi gangguan.
Sumber : Harian Kontan Senin 03 Februari 2025
Leave a Reply