Defisit Neraca Dagang Diperkirakan Berlanjut

JAKARTA. Masalah defisit neraca dagang yang terjadi sejak Oktober 2018 di prediksi belum berakhir di awal tahun ini. Sejumlah ekonom memprediksi neraca dagang pada Januari2019 masih mengalami defisit sekitar US$ 500 juta hingga US$ 1 miliar.

Kalau tidak ada aral melintang, Badan Pusat Statistik (BPS) akan megumumkan kondisi trakhir neraca dagang pada hari ini. Dalam 10 tahun terakhir kinerja ekspor Januari selalu turun ketimbangDesember.

Adapun pada Desember 2018,ekspor mencapai US$ 14,18 miliar, atau turun 4,9% dibandingkan dengan November 2018. Jika ekspor Januari 2019 turun lagi, akan menjadi penurunan kinerja berturut-turut selama empat bulan.

Sementara kinerja impor pada Januaridalam 10 tahun terakhir lebih dominan tumbuh negatif atau melambat dari sebulan sebelumnya. Namun pada 2018, laju impor Januari justru naik. Ekonom memprediksi, impor Januari 2019 masih naik, tapi tipis, sehingga neraca dagang bakaldefisit.

Ekomom Standar Chartered Aldian Talo putra memprediksi neraca perdagangan per Januari 2019 masih mengalami defisit sekitar US$ 740 juta. Meskipun memprediksi masih defisit, angka defisit tersebut lebih  rendah ketimbang defisit pada bulan sebelumnya.

Namun, bila dibandingkan dengan defisit Januari 2018, pada tahun ini diperkirakan lebih besar. Tercatat Januari2018 neraca dagang defisit US$ 0,68 miliar. “Secara keseluruhan baik ekpor dan impor masih relatif flat,” jelas Aldian, Rabu (14/2).

Ekspor diperkirakan mengalami sedikit kenaikan sekitar 0,2% lantaran ada kenaikan harga komoditas, meskipun sedikit. Terutama kenaikan harga crude palm oil (CPO) dan harga minyak mentah.

Disaat yang bersamaan, impor diperkirakan sedikit mengalami perlambatan. Hal ini terlihat dari turunnya Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur. PMI manufaktur turun dari 51,2 pada Desember 2018 menjadi 49,9 Januari 2019.

Sementara Ekonom Asian Development Bank Institute Eric Sugandi memproyeksi neraca dagang Januari 2019 akan defisit sebesar US$ 852 juta. Nilai ekspor Januari sekitar US$ 13,37 miliar, nilai impor sebesar US$ 14,22 miliar.

Eric mengatakan, turunnya nilai ekspor dikarenakan adanya penurunan permintaan untuk barang non migas, khususnya permintaan dari China. Sementara, penurunan impor lebih didorong oleh turunnya impor non migas. “Penurunan impor BBM dan migasnya tidak cepat  turunnya. Apalagi di Januari harga minyak sedikit naik,” ujar Eric.

Dia menjelaskan, penurunan impor di awal tahun juga disebabkan oleh aktivitas perekonomian yang cenderung melambat. Lalu banyak perusahaan yang masih menggunakan stok bahan bakunya.

Ekonom Permata Bank Josua Pardede memproyeksikan neraca perdagangan Januari 2019 defisit sekitar US$ 777 juta. “Laju ekspor kami perkirakan turun 0,12% secara year on year (yoy) dan laju impor di perkirakan tumbuh 0,02% yoy,” jelas Josua.

Kinerja ekspor masih sulit bangkit karena melambatnya akvitas manufaktur mitra dagang utama seperti Jepang, Chinadan Eropa. Meskipun beberapa harga komoditas ekspor cenderung naik seperti CPO tumbuh 12,5% secara bulanan, karet alam tumbuh 7,2% secara bulanan, tapi harga batubara sebagai komoditas andalan ekspor non migas turun 2,8% secara bulanan.

Laju impor diperkirakan akan flat dibandingkan Januari 2018 mengingat impor non migas khususnya bahan baku cenderung melandai. Disebabkan aktivitas manufaktur awal tahun yang menurun sejalan dengan siklus tiap tahunnya. Sementara impor migas juga cenderung menurun sejalan dengan stabilnya harga minyak dunia di kisaran US$ 50 per barel.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only