Konglomerat Kabur, Potensi Pajak Lenyap

Makin banyak kabar sedih terkait potensi penerimaan pajak di Indonesia. Kali ini, potensi pajak dari konglomerat Indonesia dikabarkan berpotensi menguap. Pasalnya, ada banyak konglomerat Indonesia yang mengalihkan aset ke luar negeri.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat, tahun lalu, kontribusi PPh dari kelompok orang kaya alias konglomerat hampir Rp 19 triliun.

“Jika setengahnya dari itu mengalihkan aset, maka potensi PPh yang hilang bisa mencapai Rp 9 triliun hingga Rp 10 triliun. Ini baru dari PPh mereka,” ujar Ariawan kepada KONTAN, Minggu (13/4). Kondisi tersebut akan menyebabkan tax base erosion atau penyempitan basis pajak. Menurut Ariawan, jika aset orang kaya berpindah ke luar negeri, Indonesia kehilangan potensi penerimaan dari berbagai jenis pajak, termasuk PPh atas dividen, bunga dan capital gain, serta pajak kekayaan dari para wajib pajak super kaya tersebut.

Tak hanya itu, Ariawan menambahkan kecenderungan pembelian properti di luar negeri oleh kelompok high wealth individual (HWI) juga akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak konsumsi domestik, seperti PPN dan PPh atas transaksi properti di dalam negeri. “Selain itu, pengalihan aset ke luar negeri juga membuat ketimpangan beban pajak di masyarakat makin lebar,” kata dia.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menambahkan, pemindahan aset HWI dari simpanan deposito dalam mata uang rupiah yang kemudian dikonversi ke dollar AS atau dollar Singapura juga akan mengurangi PPh atas bunga deposito.

Hitungan Raden, jika dana sebesar US$ 500 juta dipin dahkan ke luar negeri, dengan kurs Rp 16.000 per dollar AS, maka potensi PPh atas bunga deposito yang hilang bisa mencapai Rp 80 miliar. Ini dengan asumsi tingkat bunga deposito sekitar 5% dan tarif PPh final atas bunga deposito sebesar 20%. “Jika uang yang ke luar negeri lebih besar, pasti potensi PPh yang hilang semakin besar,” kata dia.

Raden menambahkan, dari aset saham, transaksi penjualan saham dikenai PPh 0,1% dari nilai transaksi.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menekankan, bagi pemerintah Indonesia, ini akan mengurangi potensi penerimaan yang akan dikumpulkan dalam satu periode. Namun, untuk menghitung besaran dampaknya secara akurat, dibutuhkan data yang lebih rinci terkait sumber dan alokasi aset.

Fajry juga mengingatkan adanya dampak tidak langsung yang bisa lebih luas. Ini tas di dalam negeri, yang bisa memperlambat perputaran roda ekonomi. Ujungnya, akan menurunkan basis pajak yang bisa dikumpulkan.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only