Rupiah dan Minyak Tekan Anggaran di Awal Tahun

JAKARTA. Kinerja APBN Januari 2019 tak memuaskan. Kinerja kali ini bahkan merupakan yang terendah sejak tahun 2016. Penyebabnya nilai tukar rupiah menguat dan harga minyak mentah yang melorot.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, per akhir Januari 2019 total pendapatan negara mencapai Rp 108,1 triliun, tumbuh 6,24% dibandingkan dengan periode sama 2018. Realisasi pendapatan Januari ini setara 4,99% dari target pendapatan di APBN 2019 yang secara keseluruhan sebesar Rp 2.165,11 triliun.

Di sisi belanja negara sepanjang Januari mencapai Rp 153,85 triliun atau naik 10,34% ketimbang 2018. Realisasi ini memenuhi 6,25% dari pagu sebesar Rp  2.461,1 triliun.

Rendahnya penerimaan ini menyebabkan APBN 2019 hingga akhir Januari mengalami defisit sebesar Rp 45,8 triliun. Angka defisit Januari ini terbesar sejak 2016. Pada Januari 2016, defisit anggaran Rp 67,7 triliun, lalu 2017 sebesar Rp 44,88 triliun, dan tahun 2018 mencapai Rp 37,7 triliun.

Menteri keuangan Sri Mulyani menyebut pertumbuhan pendapatan negara lebih lambat dibandingkan belanja. Lambatnya pertumbuhan penerimaan perpajakan karena penguatan nilai tukar rupiah dan pelemahan harga minyak.

Tren penguatan rupiah terus berlanjut akhir-akhir ini dan per 13 Februari 2019 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat pada level Rp 14.027 per dolar AS. Padahal, nilai tukar di asumsi makro Rp 15.000 per dolar AS.

Sementara harga minyak mentah Indonesia crude oil price (ICP) periode Januari 2019 hanya sebesar US$ 56,55 per barel. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan realisasi ICP Januari 2018 sebesar US$ 65,59 per barel, maupun ketetapan asumsi makro di APBN 2019 yang sebesar US$ 70 per barel.

Menurut analisa sensitivitas perubahan asumsi dasar makro di Nota Keuangan APBN 2019, setiap penguatan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per dollar AS, meyebabkan menurunkan penerimaan negara Rp 3,9 triliun-Rp 5,9 triliun. Hal ini terjadi lantaran penerimaan dari sektor migas berkurang.

Sementara menurunnya ICP sebesar US$ 1 per barel, mengurangi penerimaan negara Rp 3,1 triliun-Rp 4,2 triliun. “Kabar baiknya, meski harga migasnya lebih rendah, kursnya lebih kuat dari asumsi tapi kita mampu mengumpulkan lebih tinggi dari Januari 2018 yang mencapai Rp 4,5 triliun,” jelas Menkeu saat paparan APBN Kita, (20/2).

Meski demikian, Sri Mulyani mengingatkan agar semua jajaran pemerintah meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi tantangan ekonomi global ke depan. Indikator ekonomi masih akan berubah-ubah, seperti nilai tukar, harga minyak, hingga suku bunga acuan.

Direktur Jendral Pajak, Robert Pakpahan optimis penerimaan perpajakan akan naik pada periode selanjutnya. “Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada tahun pemilu, aktivitas perekonomian lebih banyak, penerimaan pajak juga lebih besar,” ujar Robert.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only