Celios: Pangkas Tarif PPN Demi Dorong Laju Perekonomian

Center of Economics and Law Studies (Celios) menyatakan pemerintah dapat menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) demi mendongkrak daya beli masyarakat. Apalagi konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi hingga 55% ke pertumbuhan ekonomi nasional.

“Penurunan tarif pajak PPN dari 11% ke 9% bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi karena masyarakat akan membelanjakan uang lebih banyak untuk beli barang dan jasa,” ucap Direktur Eksekutif  Celios Bhima Yudhistira saat dihubungi pada Senin (26/5/2025).

Dia mengatakan pendapatan negara dari skema penurunan tarif PPN justru akan positif karena dikompensasi oleh kenaikan penerimaan lain seperti setoran Pajak Penghasilan (PPh) badan, dan PPh 21 karyawan.  Industri pengolahan khususnya yang berorientasi pasar dalam negeri akan mendapat manfaat terbesar dari pemangkasan tarif PPN.

“Sebab 25% porsi penerimaan pajak berasal dari sumbangan industri pengolahan,” kata Bhima.

Bhima mengatakan beberapa negara sudah terlebih dulu menurunkan tarif PPN seperti Vietnam sebesar 2% penurunan PPN hingga 2026, Irlandia juga memangkas tarif PPN pasca pandemi untuk menstimulus pemulihan daya beli masyarakat. Jerman juga melakukan pemangkasan tarif PPN reguler sebesar 3%.

Selain PPN, dia berpendapat bahwa pemerintah dapat meningkatkan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) juga bermanfaat untuk meningkatkan penghasilan yang dapat dibelanjakan setelah dikurangi pajak (disposable income) .

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016  besarnya PTKP  ditentukan berdasarkan status wajib pajak pada awal tahun pajak yang bersangkutan. Status wajib pajak terdiri dari tidak menikah hingga menikah dan memiliki tanggungan istri dan tiga orang anak.  Adapun rentang PTKP sebesar untuk wajib pajak yang belum menikah adalah Rp 54 juta  dalam satu tahun atau sebesar Rp 4,5 juta per bulan. Besaran PTKP untuk wajib pajak yang sudah menikah dengan kondisi istri tidak bekerja dan memiliki tiga orang anak sebesar Rp 72 juta per tahun atau Rp 6 juta per bulan.

“Idealnya PTKP bisa dinaikkan menjadi Rp 7-8 juta per bulan karena kelas menengah juga butuh stimulus perpajakan,” tutur Bhima.

Sebagai informasi pada 5 Juni 2025 nanti pemerintah akan menjalankan enam kebijakan dalam paket stimulus ekonomi yaitu diskon tiket pesawat, diskon tarif tol, diskon tarif listrik, bantuan subsidi upah, bantuan sosial pangan, serta diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja di sektor padat karya.

Sebelumnya Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengatakan kenaikan PTKP secara otomatis akan mengurangi pengenaan PPh Pasal 21 untuk orang pribadi.  Semakin besar kenaikannya maka potential loss PPh orang pribadi semakin besar.

“Jadi pengurangan penerimaan PPh orang pribadi ‘tegak lurus’ dengan kenaikan PTKP. Bila batasan penghasilan yang tidak dikenai pajak lebih tinggi, maka penghasilan yang dapat dijadikan ‘uang belanja’ menjadi lebih besar,” ucap Raden.

Menurut dia, kenaikan PTKP lebih menguntungkan kelompok masyarakat menengah ke bawah dibandingkan masyarakat menengah atas. Idealnya PTKP diselaraskan dengan upah minimum regional (UMR)  masalahnya setiap kota memiliki UMR yang berbeda-beda. Wajib pajak orang pribadi yang sudah memiliki penghasilan neto di atas Rp 300 juta dalam satu tahun tidak akan berdampak signifikan.

“Dampaknya akan terasa minimal bahkan mungkin tidak terasa karena PTKP bagi mereka hanya bagian kecil dari total penghasilan yang diterima,” terang dia.

Sumber : Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only