Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan hingga akhir 2024 negara memiliki kewajiban, termasuk utang, sebesar Rp 10.269 triliun. Kemudian, negara memiliki total aset Rp 13.692,4 triliun dan ekuitas berada di posisi Rp 3.424,4 triliun.
Menurut Sri Mulyani, kondisi fiskal negara hingga akhir 2024 ini bisa diandalkan untuk menopang pembangunan nasional. “Ini menggambarkan kekayaan bersih negara dan kapasitas fiskal yang tetap dapat terjaga dan diandalkan untuk menopang kebutuhan pembangunan nasional secara berkelanjutan,” kata dia dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 1 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani juga melaporkan sisa saldo akhir tahun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 457,5 triliun. Jumlah ini berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) serta sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) pada APBN sebesar Rp 459,5 triliun.
Sri Mulyani mengatakan saldo ini masih pada level memadai, terutama dalam masa transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto. “Setelah dimanfaatkan untuk mendukung pembiayaan dan memperhitungkan SILPA dari penyesuaian lain, saldo akhir tahun dari kas negara 2024 Rp 457,5 triliun,” kata Sri Mulyani.
Kepada anggota dewan, Sri Mulyani mengatakan pada masa transisi pemerintah ini ekonomi RI juga pulih, meski ada gejolak. Di tengah situasi itu, Sri Mulyani menambahkan, pemerintah patut bersyukur karena ekonomi Indonesia pada 2024 berangsur pulih dan ada kemajuan.
Dia mengatakan kondisi ini ditandai dengan berlangsungnya agenda politik, dari pemilihan presiden hingga pemilihan anggota dewan di daerah. “Masa transisi Presiden Jokowi kepada Presiden Prabowo Subianto berjalan secara baik dan menjadi kunci stabilitas ekonomi dan politik. Pemerintah bekerja menjaga fundamental ekonomi agar tetap kuat,” kata dia.
Di sisi lain, Sri menjelaskan nilai tukar rupiah anjok paling dalam terjadi pada Juni 2024 ketika masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pada awal tahun, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada .
Sri Mulyani mengatakan kondisi ini terjadi akibat gejolak global yang memicu tekanan pasar keuangan domestik sekaligus berkelindan dengan nilai tukar rupiah. “Kemudian, mengalami depresiasi hingga ke Rp 16.486 per dolar. Ini merupakan titik terlemah dari rupiah pada 2024,” kata Bendahara Negara itu.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kata Sri Mulyani, juga turun pada Juni 2024. Pada awal 2024, IHSG sempat parkir di level 7.300, sedangkan pada Juni anjlok ke level 6.726. “IHSG juga mengalami penurunan,” kata dia.
Sumber : Tempo.co
Leave a Reply