Keinginan Presiden Prabowo Subianto mengerek rasio perpajakan (arratie) Indonesin ke kisaran 16%6-18% dari produk domestik brute (PDB) belum akan
terwujud dalam waktu dekat. Berdasarkan Buku Il Nota Reunngan beserta RAPBN
2026, di 2029 mendatang, tax ratio ditargetkan hanya sekitar 11,52%-15,01% dari PDB Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan, persoalan Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari faktor struktural dan kelembagaan. Keberadaan ekonomi informal
(shadow economy) yang besar serta masalah tatakelola seperti korupsi turut menekan kemampuan negara dalam mengumpulkan pajak.
“Besaran shadow economy menentukan juga. Ketergantungan sebuah negara pada
sektor-sektor yang sifatnya informal juga berbanding terbalik dengan besaran tax ratio,” ujar Yon dalam WebinarISEI, Selasa (26/8).
Yon menjelaskan, berdasarkan kajian dari berbagai literatur, terdapat empat kelom-
pok utama penentu tax ratio. Pertama, faktor pembangun ekonomi,seperti ting-
kat pendidikan, pendapatan per kapita, dan jumlah populasi. Kedua, struktur ekono
mi, yaitu besarnya porsi ekonomì informal atau shadow economy, yang berbanding
terbalik dengan tax ratio, Keliga, faktor institusional yang meliputi efektivitas reformasi, tingkat korupsi, kekuatan institusi, serta kepercayaan publik. Keempat, gap
Pada 2029 mendatang, tax ratio ditargetkan sekitar 11,52%-15,01% dari PDB pajak, yang terbagi menjadi dua, yaitu gap administrasi dan gap kebijakan.
Menurut Yon, gap administrasi terjadi ketika penerimaan pajak sebenarnya bisa dikumpulkan, tetapi tidak terealisasi. Misal akibat pemeriksaan atau penagihan yang tidak optimal. Sedangkan gap kebijakan, muncul karena adanya pilihan kebījakan pemerintah yang dengan sengaja memberikan insentif atau fasilitas pajak
Founder DDTC Darussalam juga mengungkap banyak titik kebocoran pajak yang selama ini menggerus penerimaan. Mulai dari praktik shadow economy, penghindaran pajak lintas negara, hingga pajak terutang yang tidak dibayar.
Darussalam mengatakan,Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat shadow economy terbesar di dunia,
mencakup aktivitas ekonomi yang tidak tercatat maupun ilegal. Ia memperkiraka:
shadow economy Indonesia mencapai 23,8% dari PDB “Ini yang jadi tantangar
bagaimana hal-hal ilegal bis dīpajaki, tapi tidak dalam konteks melegalkan hal-hal yang sudah memang ilegal tersbut,” kata Darussalam.
Sumber : Rabu 27 Agustus 2025, Harian Kontan halaman 2.
Leave a Reply