Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah menyepakati kenaikan target pendapatan negara dalam RAPBN 2026 sebesar 0,19% dari usulan pemerintah Rp3.147,7 triliun menjadi Rp3.153,6 triliun. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (8/9/2025).
Kenaikan pendapatan negara didorong oleh kenaikan target kepabeanan dan cukai sebesar 0,51% dari usulan awal senilai Rp334,3 triliun menjadi Rp336 triliun, serta PNBP dari Rp455 triliun menjadi Rp459,2 triliun atau naik 0,95%.
“Kenaikan pendapatan negara ini berasal dari komponen kepabeanan dan cukai yang mengalami kenaikan Rp1,7 triliun sementara target PNBP khususnya dari kementerian dan lembaga naik Rp4,2 triliun,” sebut Kementerian Keuangan dalam keterangan resmi.
Tambahan pendapatan negara senilai Rp5,9 triliun rencananya akan dimanfaatkan sebagai cadangan belanja senilai Rp5,2 triliun dan cadangan anggaran pendidikan senilai Rp700 miliar.
Sementara itu, Ketua Banggar Said Abdullah menyebut kriteria pemanfaatan belanja tersebut adalah sesuai dengan prioritas presiden, fungsi utama yang belum dialokasi, dan berdampak terhadap perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyampaikan pemerintah bakal melanjutkan reformasi perpajakan guna mencapai target pendapatan negara pada tahun depan.
“Reformasi di bidang pajak, bea cukai, dan PNBP menjadi penting,” katanya dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026.
Di bidang pajak, Kemenkeu akan melanjutkan penyempurnaan coretax system, menerapkan sistem pemungutan pajak atas transaksi digital dalam dan luar negeri. Selain itu, Kemenkeu juga melaksanakan joint program, dan memberikan insentif.
Sementara itu, di bidang kepabeanan dan cukai, Kemenkeu akan melakukan ekstensifikasi barang kena cukai (BKC), intensifikasi bea masuk perdagangan internasional, menyusun kebijakan bea keluar guna mendukung hilirisasi produk, serta menggencarkan penindakan BKC ilegal.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai optimalisasi compliance risk management (CRM) dalam melakukan pengawasan kepatuhan terhadap wajib pajak. Selain itu, ada pembahasan tentang coretax yang memungkinkan wajib pajak menghapus bukti potong yang sudah terisi secara otomatis dalam draf SPT Tahunan.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Banggar Sepakati Asumsi Makro 2026
Selain menyepakati kenaikan target pendapatan negara, pemerintah dan Banggar DPR juga menyepakati asumsi makro dalam RAPBN 2026. Secara terperinci, pertumbuhan ekonomi pada tahun depan diasumsikan sebesar 5,4%, sedangkan inflasi diasumsikan sebesar 2,5%.
Pemerintah dan Banggar juga menyepakati asumsi nilai tukar rupiah senilai Rp16.500 per dolar AS, asumsi suku bunga SBN 10 tahun sebesar 6,9%, dan Indonesia crude price (ICP) senilai US$70 per barel.
Sementara itu, lifting migas diasumsikan mencapai 1,59 juta barel per hari yang terdiri dari lifting minyak bumi sebanyak 610.000 barel per hari dan lifting gas bumi sebanyak 984.000 barel per hari. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan)
Coretax Mungkinkan WP Hapus Bupot dari Draf SPT
Wajib pajak bisa menghapus bukti potong yang sudah terisi secara otomatis atau prepopulated dalam draf SPT Tahunan pada aplikasi coretax administration system.
Penyuluh Ditjen Pajak (DJP) Gede Suarnaya mengatakan dalam hal bukti potong yang terisi secara prepopulated dalam SPT tidaklah sesuai dan wajib pajak mengenal pembuat bukti potong, wajib pajak perlu berkomunikasi dengan pembuat bukti potong.
“Jika kenal dengan lawan transaksi, kita perlu berkomunikasi tentunya. Kita sampaikan bahwa bukti potongnya ada yang salah,” ujar Gede. (DDTCNews)
PPN DTP atas Kuda Kavaleri, Perhatikan Ketentuan Faktur Pajaknya
Pengusaha kena pajak (PKP) yang menyerahkan kuda kavaleri atau perlengkapan pendukungnya perlu memperhatikan 2 ketentuan.
Kedua ketentuan tersebut terkait dengan pembuatan (i) faktur pajak sesuai dengan PMK 61/2025; dan (ii) laporan realisasi pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP). Hal ini lantaran PMK 61/2025 mewajibkan PKP untuk membuat kedua dokumen tersebut sesuai dengan ketentuan.
“PKP yang menyerahkan hewan khusus tertentu berupa kuda serta perlengkapan pendukungnya…: a. faktur pajak; dan b. laporan realisasi PPN ditanggung pemerintah,” bunyi Pasal 5 ayat (1) PMK 61/2025. (DDTCNews)
Manfaatkan PPN Rumah DTP tapi Tak Sesuai Aturan, DJP Bakal Lakukan Ini
DJP dapat menagih PPN terutang apabila menemukan data dan informasi yang tidak sesuai atas kegiatan pembelian rumah yang mendapatkan insentif PPN DTP.
Salah satunya ialah apabila DJP mendapati bahwa pembelian rumah yang mendapatkan insentif PPN DTP ternyata ditemukan tidak dilakukan oleh orang pribadi.
“Kepala kantor pelayanan pajak atas nama dirjen pajak dapat menagih PPN yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, jika diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan: perolehan tidak dilakukan oleh orang pribadi …,” bunyi Pasal 10 huruf d PMK 60/2025. (DDTCNews)
Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Masih Tunggu PP
Pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) masih membutuhkan tahapan panjang sebelum benar-benar berlaku.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pelaksanaan kebijakan tersebut baru bisa berjalan setelah aturan turunannya, yaitu peraturan pemerintah (PP), rampung disusun. Pembahasan PP menjadi krusial karena harus memperjelas aspek teknis, termasuk batasan jenis produk yang dikenakan cukai.
“Belum [diputuskan tarifnya], karena kalau bicara PP nanti itu kan harus jelas batasan barang kena cukainya itu apa,” ujarnya. (Kontan, Bisnis Indonesia, Detik)
Sumber : DDTC.com
Leave a Reply