Pajaki Toko Online di Marketplace, DJP Tegaskan Soal Aspek Keadilan

Ditjen Pajak (DJP) mendorong para mahasiswa dan akademisi untuk memahami bahwa transformasi ekonomi digital di Indonesia perlu diakomodasi dengan regulasi perpajakan yang memadai sesuai dengan perkembangan zaman.

Kepala Kanwil DJP Jawa Barat III Romadhaniah mengatakan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) kini makin marak. Sejalan dengan itu, pemerintah perlu mengatur aspek pemajakan supaya timbul keadilan, baik dalam menjalankan usaha online maupun toko-toko konvensional.

“Ketika ekosistem perdagangan berbasis digital ini tumbuh besar, tentu saja akan berimbas kepada pemungutan pajaknya, PPh Pasal 22, PPN, sama seperti perdagangan konvensional. Nah, untuk unsur keadilan, kita harus merangkum semua, baik itu dagang melalui digital ataupun konvensional,” katanya dalam TERC Tax Update: Kupas Tuntas Pajak e-Commerce Terkini, Jumat (12/9/2025).

Untuk mewujudkan unsur keadilan itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025. Beleid ini mengatur penunjukan penyelenggara PMSE sebagai pihak lain untuk memungut PPh atas penghasilan yang diperoleh pedagang online.

Secara teknis, DJP akan menunjuk penyelenggara PMSE atau penyedia marketplace yang wajib memungut dan menyetorkan PPh Pasal 22 diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri dengan mekanisme PMSE. Adapun penghasilan pedagang online tersebut akan dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,5%.

“PMK 37/2025 mengatur soal tarif PPh Pasal 22 sudah jelas sebesar 0,5% dan bersifat final. Siapa yang menjadi wajib pungut? Dalam hal ini tentu saja marketplace,” tuturnya Romadhaniah.

Dia menambahkan pemungutan PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang online bukan jenis pajak baru. Ketentuan dalam PMK 37/2025 justru memberikan kemudahan dan kesederhanaan administrasi untuk pemungutan PPh bagi pedagang online yang bertransaksi di marketplace.

Sementara itu, Ketua Departemen Akuntansi FEB UI Desi Adhariani menilai banyaknya transaksi lintas platform digital seperti marketplace atau social commerce yang memiliki model bisnis langsung menjual produk ke konsumen, harus diakomodasi dengan regulasi pajak yang tepat.

Dia juga mendorong dunia usaha dan akademik untuk memahami kebijakan pajak yang adaptif guna mewujudkan aspek keadilan. Selain itu, kebijakan anyar itu juga berpotensi menambah penerimaan negara, dan memberikan kepastian berusaha.

Namun, selain peluang baru, Desi menilai regulasi tersebut turut menghadirkan kompleksitas baru dalam pemajakan di Indonesia.

Dia pun mendorong akademisi dan praktisi untuk meningkatkan literasi pajak perihal marketplace. Menurutnya, wawasan perpajakan yang komprehensif menjadi bekal untuk melaksanakan advokasi kebijakan, menyusun riset, serta kajian berbasis data mengenai dampak kebijakan.

“TERC Tax Update hari ini menjadi forum diskusi strategis dan penting untuk memperbarui pemahaman dan persepsi kita, serta berbagai praktik terbaik sehingga kepatuhan pajak di ranah e-commerce ini tetap bisa dilaksanakan,” katanya.

Sumber : DDTC

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only