Pemerintah terus berupaya menggerakkan perekonomian. Setelah mengguyur Rp200 triliun ke bank BUMN, pemerintah melanjutkannya dengan menerbitkan sejumlah stimulus ekonomi. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (16/9/2025).
Salah satu stimulus yang diberikan adalah perpanjangan periode pemanfaatan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% bagi orang pribadi pelaku UMKM.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% diputuskan untuk tetap berlaku bagi wajib pajak orang pribadi hingga 2029.
“Terkait PPh final UMKM yang pendapatannya Rp4,8 miliar setahun, itu pajak finalnya 0,5% dilanjutkan sampai 2029. Jadi, tidak diperpanjang setahun-setahun, tetapi diberikan kepastian sampai 2029,” katanya.
Menurut Airlangga, saat ini terdapat 542.000 UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak dan memanfaatkan skema PPh final UMKM untuk menunaikan kewajiban pajaknya. Anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk melanjutkan pemberlakuan PPh final UMKM pada tahun ini senilai Rp2 triliun.
Pemerintah selanjutnya akan merevisi peraturan pemerintah (PP) guna memperpanjang masa berlaku PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi. Saat ini, jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM diatur dalam PP 55/2022.
Perpanjangan masa berlaku skema PPh final UMKM ditargetkan bisa meringankan beban pajak UMKM dan menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak.
Sebagai informasi, PP 55/2022 mengatur bahwa skema PPh final UMKM bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar untuk jangka waktu maksimal 7 tahun pajak sejak wajib pajak terdaftar.
Dalam hal wajib pajak orang pribadi telah memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak tahun pajak 2018, yakni tahun pertama pemberlakuan PP 23/2018, wajib pajak dimaksud berhak memanfaatkan skema tersebut hingga tahun pajak 2024.
Selain pemberitaan mengenai perpanjangan PPh final UMKM, ada beberapa bahasan lainnya yang diangkat oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, kelanjutan perbaikan coretax system, sinyal pendidiran Badan Penerimaan Negara (BPN), evaluasi tarif cukai rokok, hingga wacana penerapan sugar tax.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja Hotel dan Restoran
Selain perpanjangan periode PPh final UMKM, stimulus yang juga diluncurkan oleh pemerintah adalah fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk para pekerja sektor pariwisata, khususnya hotel, restoran, dan kafe.
Menko Airlangga mengatakan pemerintah telah menyiapkan pagu senilai Rp120 miliar untuk fasilitas PPh Pasal 21 sektor horeka pada tahun anggaran 2025. Dia menargetkan insentif pajak tersebut dapat menyasar sebanyak 552.000 orang pekerja.
“Insentif ini dilanjutkan ke sektor pariwisata seperti hotel, restoran dan kafe, target penerimanya 552.000 pekerja dan ini diberikan 100% PPh untuk sisa tahun pajak 2025 atau 3 bulan,” ujarnya. (DDTCNews)
Perbaikan Coretax Diklaim On Track
Ditjen Pajak (DJP) mengeklaim perbaikan coretax administration system masih terus berjalan guna memudahkan para penggunanya, baik wajib pajak maupun petugas pajak (fiskus).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan otoritas terus melakukan perbaikan bugs pada coretax. Selain itu, DJP juga memperbaiki performa sistem supaya tidak terjadi latensi atau waktu jeda ketika mengoperasikan coretax.
“DJP memastikan implementasi Coretax DJP berjalan sesuai dengan jadwal atau on track dan terus menunjukkan hasil positif hingga akhir semester I/2025,” katanya. (DDTCNews)
Pendirian BPN Menguat
Presiden Prabowo Subianto mengubah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 berubah. Sebetulnya perubahan yang terjadi tidak masif, tetapi cukup signifikan. Prabowo secara resmi memasukkan pendirian ‘Badan Penerimaan Negara’ (BPN) ke dalam salah satu poin Program Hasil Terbaik Cepat dalam RKP 2025. Artinya, sinyal pendirian BPN makin kuat.
Ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 79/2025 itu memutakhirkan Perpres 109/2024 yang memuat RKP 2025 ‘versi’ Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam poin kedelapan RKP 2025 terbaru, pemerintah berencana mendirikan Badan Penerimaan Negara dan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) ke 23%. Hal ini berbeda dengan RKP 2025 versi lama, pemerintah hanya mencantumkan frasa ‘Optimalisasi penerimaan negara’ tanpa menyebutkan BPN secara utuh. (DDTCNews)
Menkeu Kaji Tarif Cukai Rokok
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan belum ada keputusan terkait dengan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Dirinya akan melakukan kajian lapangan secara menyekuruh untuk mengambil kebijakan tentang cukai rokok.
Pernyataan Purbaya itu merespons munculnya wacana penyesuaian kebijakan cukai belakangan ini. Purbaya menegaskan langkah pemerintah bersifat hati-hati.
Sebelum mengambil kebijakan yang berdampak pada penerimaan negara, dirinya akan menghitung implikasi fiksal secara terperinci. Menurutnya, penting untuk diukur besaran potensi penerimaan yang hilai jika pemerintah menghapus atau menurunkan komponen yang dinilai palsu dalam struktur cukai. (Kontan)
Wacana Sugar Tax di Indonesia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang menyusun regulasi mengenai pajak gula (sugar tax) pada makanan dan minuman.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan sugar tax diperlukan untuk mengurangi tingkat obesitas pada anak.
“Sugar tax pada makanan ini akan memberlakukan pajak atas sejumlah tertentu gula yang ada, tapi masih dalam pembahasan. Nanti akan kami luncurkan kalau sudah siap,” katanya. (DDTCNews) (sap)
Sumber : News.ddtc.co.id
Leave a Reply