Persaingan industri otomotif, terutama di segmen mobil listrik bakal semakin sengit tahun depan. Ini setelah pemerintah menutuskan mengakhiri insentif impor mobil listrik dalam bentuk utuh atawa completely built up (CBU) awal 2026 nanti.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gailindo) Jongkie Sugiarto menyebutkan, kebijakan ini akan berdampak langsung terhadap harga jual mobil listrik kelak. “Ada kemungkinan harga jual akan naik setelah insentif ini dicabut,” kata Jongkie kepada KONTAN, Ju mat (1949).
Namun Jongkie tidak merinci soal potensi pasar mobil listrik usai insentif tesebut di cabut. Yang jelas saat ini pasar otomotif dalam negeri saat ini tengah tertekan akibat daya beli masyarakat yang menurun. Kondisi ini membuat penjualan mobil turun, baik yang berbasis listrik maupun yang berbahan bakar konvensional (ICE).
Menurut Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), harga mobil listrik impor berpotensi melonjak tajam di tahun depan. “Bisa sampai 30%. Sebab, mereka kembali dikenakan PPN, PPnBM, dan bea masuk penuh,” jelas Yannes kepada KONTAN, Jumat (19/9).
Namun, kenaikan ini tidak akan merata. Yannes menekankan bahwa produsen yang berhasil merealisasikan komitmen investasi dan produksi lokal tetap berhak mendapatkan insentif fiskal lanjutan. Dus, konsekuensi logisnya mendorong percepatan industrialisasi kendaraan listrik di Indonesia.
Menurutnya strategi paling realistis bagi Agen Pemegang Merek (APM) dengan penjualan tinggi, khususnya di segmen Rp 200 juta-Rp500 juta, adalah mempercepat pembangunan pabrik lokal. “Kalau tidak pangsa pasar yang sudah terbentuk bisa hilang karena harga melonjak dan tidak kompetitif,” tegasnya
Sementara itu, APM dengan volume penjualan rendah di segmen menengah bawah di nilai akan kesulitan bertahan. Produk mereka akan berubah menjadi wiche yang terlalu mahal, sehingga risiko mati perlahan sangat besar. “Yang masih layak impor CBU ting gal untuk segmen premium atau produk spesifik yang ti dak sensitif terhadap harga,” papar Yannes.
la mencontohkan strategi yang lebih efisien adalah beralih ke impor dalam bentuk komponen (Completely Kno cked Down/CKD) untuk dirakit di Indonesia Alhasil, potensi perlambatan adopsi mobil listrik akan paling terasa di segmen menengah, yakni mobil listrik dengan harga Rp200 juta-Rp500 juta yang sangat sensitif terhadap perubahan harga. “APM importir EV low cost yang gagal memenuhi komitmen dengan Kemenperin akan collapse perlahan karena produknya jadi tidak menarik lagi,” pungkasnya
Menyiasati kebijakan ini, VinFast Indonesia menyatakan, telah menyiapkan pembangunan fasilitas perakitan di Subang, Jawa Barat. Pabrik ini targetnya mencapai standar operasional prosedur (SOP) teknis akhir 2025. “Kami terus mencatat progres signifikan pada fasilitas Subang, yang sesuai target untuk mencapai SOP teknis akhir 2025,” kata Kariyanto Hardjosoemarto, Chief Executive Officer VinFast Indonesia
Langkah serupa juga sudah dilakukan oleh Erajaya Active Lifestyle (ERAL) yang memegang penjualan mobil listrik X-Peng Anak usaha Erajaya Group ini telah lebih dulu memulai perakitan lokal difasilitas yang ada di Purwakarta, Jawa Barat, sejak Juli 2025.
CEO ERAL Djohan Sutanto, menegaskan, kehadiran fasilitas produksi di Purwakarta mencerminkan kolaborasi nyata antara pelaku usaha dan pemerintah.
Sumber : Harian Kontan, Sabtu 20 September 2025, Hal 1.

WA only
Leave a Reply