Soal Peningkatan Tax Ratio, Ini Masukan dari Mantan Dirjen Bea Cukai

Pemerintah dinilai perlu terus mengakselerasi pertumbuhan penerimaan pajak serta meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak untuk mendongkrak rasio perpajakan (tax ratio).

Mantan Dirjen Bea dan Cukai periode 1999-2002 Permana Agung Dradjattun menilai selama ini tax ratio Indonesia konstan di angka 10% lantaran pertumbuhan penerimaan pajaknya lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB).

Tax ratio tidak akan bisa meningkat kalau kecepatan penerimaan pajaknya kalah dengan kecepatan pertumbuhan ekonominya. Pasti tax ratio akan datar terus,” ujarnya dalam Update Kebijakan Perpajakan Terkini: Menyongsong Optimalisasi Penerimaan Negara di Era Pemerintahan Baru, dikutip pada Rabu (17/9/2025).

Lebih lanjut, Permana menyoroti salah satu kendala dalam mengumpulkan penerimaan pajak ialah minimnya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Dengan kondisi tersebut, dia mengaku tidak heran apabila publik mengecap pemerintah ‘berburu di kebun binatang’.

Karena begitu APBN mengalami defisit, sambungnya, pemerintah kerap menambalnya dengan cara menaikkan tarif pajak alias taxing more. Padahal, sebaiknya, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas pengumpulan pajaknya sekaligus menggali potensi pajak.

“Kita harus sadar banyak kebun-kebun lain yang harus kita gali potensinya. Cuma, ya, menggalinya jangan sampai membebani kelas menengah. Orang super kaya yang banyak itu harusnya [disasar],” katanya.

Permana menilai Indonesia seperti mengalami under taxation atau memungut pajak lebih rendah daripada potensi yang sebenarnya bisa dikumpulkan. Dia lantas menyarankan pemerintah agar memperbaiki efektivitas pengumpulan pajak supaya lebih optimal.

“Banyak negara-negara tarif pajaknya rendah, tetapi pengumpulannya efisien, jadi penerimaannya luar biasa. Itu yang mau kita kejar sekarang,” ucapnya.

Permana juga menyinggung wajib pajak terdaftar Indonesia yang hanya 86,7 juta pada akhir 2024, sedangkan jumlah penduduknya mencapai 270 juta jiwa. Kemudian, wajib pajak yang melaporkan SPT hanya sebanyak 15 juta, sementara wajib pajak yang benar-benar membayar pajak hanya 2,3 juta.

Menurutnya, data-data ini menjadi gambaran soal tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam mengumpulkan penerimaan pajak.

Policy choice itu sangat penting. Salah melakukan policy choice yang berkaitan dengan perpajakan itu menyebabkan Indonesia dihadapkan dengan pilihan survive dalam menghadapi turbulen saja atau kita keluar menjadi bangsa yang lebih kuat. Itu pilihannya, dan salah satunya memilih tax choice,” tutup Permana.

Sumber : DDTC

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only