Pelemahan Ekonomi dan Digitalisasi Tekan PPN

JAKARTA. Kondisi ekonomi yang melemah, membuat kemampuan pemerintah dalam memungut pajak pertambahan nilai (PPN) ikut merosot.
Hal tersebut, diukur oleh rasio value added tax- (VAT) gross colllection, yang mencetak rekor terendah dalam lima tahun terakhir.

VAT gross coUection ratio, dihitung dengan membandingkan realisasi penerimaan
PPN dengan potensi maksimalnya, yang ditentukan dari perkalian nominal produk
domestik bruto (PDB) konsumsi rumah tangga dengan tarif PPN yang berlaku saat
ini sebesar 11%.

Dari data Kementerian Keuangan (Kemkeu), realisasi penerimaan PPN periode Januari-September 2025 mencapai Rp 474,44 triliun. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nominal PDB konsumsi rumah tangga pada periode tersebut sebesar Rp 9.535,6 triliun.

Dari angka-angka itu, berdasarkan hitungan KONTAN, VAT gross collection ratio Ja-
nuari-September 2025 hanya 45,2%. Angka ini merupakan yang terendah dalam periode yang sama sejak tahun 2021

Artinya, dengan asumsi seluruh produk dikenakan tarif PPN 11%, maka potensi penerimaan PPN maksimal yang bisa diraup pemerintah mencapai Rp 1.048,9 triliun. Nah dari angka ini, pemerintah hanya.berhasil mengumpulkan kurang dari separuhnya. Data historis menunjukkan bahwa kemampuan pemungutan PPN oleh pemerintah terus melemah di tengah pertumbuhan konsumsi rumah
tangga yang cenderung stagnan. Penurunan tajam ini menandai`titik terendah dalam lima tahun terakhir, menandakan adanya pelemahan dalam
daya serap pajak konsumsi ditengah ekonomi yang sebenarnya terus tumbuh.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto mengungkapkan
sejumlah faktor menjadi penyebab sulitnya pemerintah meningkatkan VAT gross collection ratio.

Pertama, tidak semua penyerahan barang dan jasa dikenakan PPN. “Ada sejumlah
barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, seperti kebutuhan pokok dan barang-barang yang bersifat strategis, ujar Wahyu kepada KONTAN Selasa (11/11).

Kedua, pemberian berbagai insentif PPN yang masih berlaku tahun ini. Di antaranya, PPN ditanggung pemerintah (TP) untuk rumah tapak dan apartemen dan PPN DTP atas penyerahan mobil listrik. Termasuk pembebasan PPN untuk sistem peralatan pengamanan persenjataan melalui Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 45 Tahun 2025. “Fasilitas PPN lainnya yang berlaku-tahun ini adalah diskon PPN untuk tiket pesawat dalam beberapa kesempatan/ momentum liburan,” katanya. Ketiga, kendala teknis pada sistem inti administrasi perpajakan (Coretax). Wahyu bilang, sejumlah pengusaha kena pajak (PKP) kesulitan menerbitkan faktur pajak akibat gangguan itu.
Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis(CITA) Fajry Akbar menambahkan, kinerja penerimaan pajak, termasuk PPN, berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi lantaran sebagian besar ekonomi Indonesia tidak kena PPN. Di sisi lain, sebagian besar ekonomi yang tak kena PPN tersebut adalah
usaha kecil dan mikro. “Bahkan, kalau ekonomi sedang menurun seperti sekarang malah terjadi peralihan ke UMKM,” kata Fajry.

Ditambah lagi, cepatnya arus digitalisasi yang menyebabkan peralihan usaha ke digital juga semakin cepat yang bermmbas terhadap basis pajak RI Solusinya kata Fajry, pemerintah bisa mengurangi objek yang mendapatkan fasilitas PPN serta menurunkan ambang batas PKP PPN. Namun, hal itu perlu mempertimbangkan risiko politik “Sedangkan salah satu yang paling,feasible adalah dengan
pemungutan PPN oleh marketplace,” tandasnya.

Sumber : Harian Kontan, Rabu 12 November 2025. Halaman 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only