Shortfall Pajak Tahun Ini, Bisa Sentuh Rp 300 Triliun

Membengkaknya kekurangan penerimaan alias shortfall pajak pada tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto, tak bisa terhindarkan. Estimasinya bahkan bisa lebih dari dua kali lipat dari perkiraan pemerintah.

Bagaimana tidak? Realisasi penerimaan pajak di 10 bulan tahun ini saja tercatat Rp 1.459,03 triliun. Angka ini baru mencapai 66,64% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar Rp 2.189,3 triliun, setara 70,2% dari outlook tahun ini sebesar Rp 2.076,9 triliun.

Tak hanya itu, penerimaan tersebut juga turun 3,86% di banding periode yang sama pada tahun lalu. Menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, penurunan ini lantaran masih tingginya pengembalian alias restitusi pajak.

Hampir semua jenis pajak mengalami penurunan. Setoran pajak penghasilan. (PPh) badan terkontraksi 9,6%, PPh orang pribadi dan PPh 21 kontraksi 12,8%, PPh final PPh 22 dan PPh 26 terkontraksi 0,1%, serta pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPBM) turun 10,3%. Hanya pajak lain nya yang tumbuh 42,3%.

Artinya, dalam waktu dua bulan terakhir di tahun ini, pemerintah masih harus mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 730,27 triliun lagi jika ingin mencapai target. Atau, setidaknya pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 617,87 triliun untuk mencapai perkiraan alias outlook.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menuturkan, periode November-Desember akan jadi periode kerja intensif bagi Ditjen Pajak untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang masih tersedia. Pertama, optimalisasi bahan penggalian pajak, khususnya data yang berkaitan dengan potensi perpajakan.

Kedua, penyelesaian data dan kasus untuk audit serta penegakan hukum sebelum akhir tahun. Ketiga, penguatan penegakan hukum dengan pendekatan melalui multidoor approach dengan semua aparat penegak hukum.

Kerja berat

Melalui pendekatan terakhir, Ditjen Pajak akan mengakselerasi penanganan kasus dengan menggabungkan unsur tindak pidana perpajakan dengan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya.

“Itu juga akan kami tuntaskan, yang bisa kami selesaikan tahun 2025 akan kami maksimalkan penyelesaiannya,” tegas Bimo.

Adapun realisasi pendapatan negara secara total hingga akhir Oktober 2025 mencapai Rp 2.113,3 triliun. Angka ini baru mencapai 70,99% dari target dalam APBN 2025. Realisasi tersebut juga turun 5,98% secara tahunan.

Realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 2.593 triliun, atau setara 71,60% dari target dalam APBN 2025. Realisasi tersebut tumbuh, namun hanya 1,42% secara tahunan. Alhasil, defisit anggaran per akhir Oktober 2025 mencapai Rp 479,7 triliun, setara 2,02% dari produk domestik bruto (PDB).

Berdasarkan simulasi Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, dalam skenario terburuk, realisasi penerimaan pajak di akhir tahun hanya mampu tercapai di kisaran 81% dari target. “Artinya, kami proyeksikan akan ada shortfall penerimaan pajak sebesar Rp 328,4 triliun hingga Rp 394,07 triliun,” jelas Fajry.

Proyeksi Fajry tersebut jauh lebih besar dibanding estimasi shortfall dari pemerintah yang sebesar Rp 112,4 triliun, yaitu selisih antara outlook dengan target dalam APBN. Namun demikian, “Kami harapkan akan ada segala daya upaya untuk menggenjot penerimaan agar stabilitas makroekonomi dapat terjaga,” tambah Fajry.

Sumber : Harian Kontan, Jum’at 21 November 2025, Hal 2.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only