Tekanan restitusi pajak diperkirakan masih akan berlanjut dan membebani kinerja penerimaan negara pada awal 2026. Kondisi ini tak lepas dari realisasi penerimaan pajak sepanjang 2025 yang hingga akhir tahun belum menunjukkan pemulihan yang kuat.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan, restitusi pajak berpotensi tetap tinggi pada periode Januari hingga April 2026. Jika dirinci, penyebab utamanya adalah sejumlah kewajiban pengembalian pajak yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Dengan penerimaan pajak 2025 yang masih tertahan sampai menjelang akhir tahun, tren restitusi besar ke mungkinan berlanjut di awal 2026, kata Prianto kepada KONTAN, Minggu (21/12).
Ia menjelaskan, sumber utama restitusi pada awal tahun depan berasal dari PPh badan tahun pajak 2024 yang berstatus lebih bayar. PPh tersebut dilaporkan pada Januari-April 2025 dan kini sedang diperiksa, dengan batas Januari hingga April 2026.
Selain itu, potensi restitusi juga datang dari PPN masa Desember 2024 yang dilaporkan pada Januari 2025 dan diperkirakan cair pada Januari 2026. Tekanan tambahan berasal dari restitusi PPN bulanan masa Januari-Maret 2026, terutama dari wajib pajak eksportir dan perusahaan yang melakukan penyerahan kepada pemungut PPN.
Meski begitu, Prianto memperkirakan tekanan restitusi akan mulai mereda pada Mei-Juni 2026. Pada periode tersebut, restitusi masih terjadi, namun lebih terbatas, terutama dari pembetulan SPT PPh badan serta restitusi PPN rutin yang lazim muncul di setiap masa pajak.
Pandangan serupa disampaikan Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar. la menilai, dibandingkan dua tahun terakhir, pertumbuhan restitusi pada 2026 semestinya lebih terkendali karena tidak lagi dipengaruhi faktor ekstrem, seperti berakhirnya booming komoditas.
Namun, Fajry mengingatkan, lonjakan restitusi masih bisa terjadi jika pemerintah menunda pencairan pengembalian pajak ke awal tahun berikutnya. “Selama penerimaan negara tidak mengancam batas defisit APBN, lang kah ekstrem seperti itu seharusnya tidak diperlukan,” katanya.
Melonjak tajam
Dari sisi data, realisasi restitusi pajak hingga November 2025 melonjak tajam. Kementerian Keuangan mencatat nilai restitusi mencapai Rp 351,05 triliun, naik 35,5% secara tahunan. Angka tersebut berasal dari selisih penerimaan pajak bruto sebesar Rp 1.985,48 triliun dan penerimaan pajak neto yang mencapai Rp 1.634,43 triliun.
Sebagai perbandingan, hingga November 2024 restitusi pajak tercatat Rp 259,01 triliun, sehingga terjadi kenaikan sekitar Rp 92,04 triliun pada tahun ini. Lonjakan restitusi ini turut menekan penerimaan pajak neto, meski penerimaan bruto masih tumbuh terbatas.
Berdasarkan jenis pajak, PPN dan PPnBM menjadi kontributor terbesar restitusi dengan nilai Rp 247,16 triliun atau sekitar 70% dari total restitusi. Tingginya angka ini mencerminkan besarnya klaim pengembalian pajak dari dunia usaha, terutama eksportir. Sementara itu, restitusi PPh Badan tercatat Rp 96,20 triliun, sejalan fluktuasi kinerja korporasi.
Sementara itu, Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menilai, tekanan restitusi pada 2026 bahkan berpotensi meningkat. Salah satu pemicunya adalah kelebihan bayar PPh Pasal 21 masa Desember 2025 akibat penerapan metode tarif efektif rata-rata (TER). Kelebihan tersebut akan dikompensasikan ke awal 2026 dan berpotensi menekan penerimaan PPh 21.
Selain itu, restitusi PPN masa Desember 2025 serta PPh badan dan PPh orang pribadi juga diperkirakan meningkat. “Cicilan PPh Pasal 25 tahun 2025 dihitung berdasarkan kinerja 2024 yang relatif lebih baik. Saat ekonomi melambat di 2025, banyak wajib pajak akhirnya mengalami lebih bayar,” jelas Agus.
Dengan waktu pemeriksaan maksimal lima bulan, ia memperkirakan pencairan restitusi PPh tahunan 2025 baru akan terjadi mulai September 2026, sehingga tekanan terhadap penerimaan negara berpotensi berlangsung lebih panjang dan jadi faktor penghambat dalam menjaga kesinambungan penerimaan pajak.
Sumber : Harian Kontan, Senin, 22 Desember 2025. Hal 2.

WA only
Leave a Reply