Darmin Nasution: Kebanyakan Paket Kebijakan, Hasil Melempem

Jakarta  Pemerintahan Indonesia mengenal jabatan menteri koordinator yang menjadi ‘dirigen’ di sebuah sektor. Saat ini ada tiga jabatan menteri koordinator yang membawahi bidang perekonomian, maritim, serta pembangunan manusia dan kebudayaan. 

Di bidang perekonomian, Darmin Nasution menjadi ‘mayoret’ yang mengharmoniskan 10 menteri yaitu Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), Airlangga Hartarto (Menteri Perindustrian), Enggartiasto Lukita (Menteri Perdagangan), Andi Amran Sulaiman (Menteri Pertanian), Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Hanif Dhakiri (Menteri Tenaga Kerja), Rini Soemarno (Menteri Badan Usaha Miliki Negara/BUMN), Basuki Hadimuljono (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang/ATR), dan AAGN Puspayoga (Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah). 

Darmin mulai berkantor di Lapangan Banteng pada Agustus 2015. Eks Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut menggantikan Sofyan Djalil dan pindah ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan kemudian pindah lagi ke Kementerian ATR. 

Tidak lama setelah menjabat sebagai Menko Perekonomian, Darmin langsung melakukan gebrakan. Pada September 2015, kira-kira sebulan setelah dilantik, mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu langsung memperkenalkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE). 

Tujuan PKE adalah sebagai penangkal dampak perlambatan ekonomi global kepada Indonesia. Caranya adalah menggairahkan kembali industri dalam negeri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan ekspor. 

Sebagai mantan central banker, tentu Darmin menyadari bahwa ‘penyakit’ Indonesia ada di sisi transaksi berjalan (current account). Minimnya pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa membuat nilai tukar rupiah rentan melemah. 

Oleh karena itu, PKE berfokus untuk menggenjot industri nasional. Dengan demikian maka Indonesia tidak perlu lagi tergantung kepada impor karena bahan baku dan barang modal mampu disediakan oleh industri dalam negeri. Transaksi berjalan aman, rupiah pun stabil. 

Ini tentu menjadi catatan positif bagi kinerja Darmin. Dia membuat pemerintah mengarahkan kebijakan untuk memperbaiki kelemahan ekonomi Indonesia. 

Walau tujuannya sudah benar dan mulia, tetapi implementasi nanti dulu. Ternyata PKE Jilid I kurang ‘nendang’ karena mungkin cakupannya terlalu luas (mengembangkan ekonomi makro yang kondusif, menggerakan industri nasional, sampai perlindungan terhadap masyarakat miskin). 

Pemerintah akhirnya meluncurkan PKE II pada Mei 2016 yang berisi pengurusan izin investasi di kawasan industri dalam tiga jam, pemangkasan tahap perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari 14 menjadi enam tahap, pengurusan tax allowance maksimal 25 hari, pengurusan tax holiday maksimal 25 hari, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk impor alat transportasi, dan pengurangan pajak bunga deposito. 

Tidak cukup dengan I dan II, PKE terus berlanjut hingga mencapai angka XVI. Enam belas. Bagaimana hasilnya? Apakah sudah memberi dampak terhadap perekonomian nasional? 

“Reformasi sepertinya melangkah di jalan yang benar. Namun ada gangguan yang masih masih membebani daya saing industri dalam negeri, salah satunya seperti sumbatan (bottleneck) di sisi regulasi,” sebut laporan Bank Dunia pada Desember 2018. 

Ya, walau PKE adalah kebijakan quick win tetapi ternyata tidak bisa cepat dieksekusi di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah terbentur aturan perundangan yang berlapis-lapis. 

Ambil contoh kecil di PKE Jilid I. PKE tersebut mewajibkan Kementerian Perindustrian merevisi 10 Peraturan Menteri yaitu Permenperin No 76/2015, Permenperin No 80/2015, Permenperin No 81/2015, Permenperin No 79/2015, Permenperin No 75/2015, Permenperin No 78/2015, Permenperin No 84/2015, Permenperin No 77/2015, Permenperin No 83/2015, dan Permenperin No 82/2015. 

Itu baru satu kementerian. Bagaimana kalau PKE mengharuskan perubahan regulasi lintas sektoral? Bagaimana kalau urusannya sampai ke daerah? Berapa puluh peraturan yang harus diubah? Butuh waktu berapa lama untuk mengubah aturan-aturan tersebut? 

Jadi walau konsep PKE sudah benar yaitu untuk mereformasi struktur perekonomian Indonesia, tetapi pelaksanaannya tidak semudah itu, Ferguso. Tentu hal ini menjadi catatan minus dalam kinerja seorang Darmin Nasution, meski bukan 100% kesalahannya. 

Jago ‘Cuci Piring’

Hal lain yang menarik dari Darmin adalah bahwa instansinya kini seolah menjadi ‘tukang cuci piring’. Berbagai masalah yang tidak bisa selesai di level kementerian harus dirampungkan oleh laki-laki lulusan Sorbonne (Prancis) ini. 

Misalnya soal data pangan. Dalam beberapa kesempatan, Darmin menegaskan bahwa data pertanian Indonesia tidak akurat yang menyebabkan kesulitan dalam mengambil kebijakan.  

Misalnya untuk beras. Data yang beredar menyebutkan Indonesia surplus, tetapi di lapangan tetap ada kelangkaan sehingga harus impor. Impor beras adalah isu sensitif, yang seharusnya bisa diselesaikan andai ada data yang akurat.

“Setiap tahun (beras) surplus 11 juta ton. Ke mana perginya? Itu kita carikan solusinya. Anda mungkin heran, sudah tahu begitu kok nggak selesai-selesai?” tegas Darmin pada September tahun lalu, dikutip dari detikFinance. 

Darmin akhirnya berketetapan data pertanian akan diserahkan ke Badan Pusat Statistik (BPS). Selama ini terjadi dualisme karena data BPS dan Kementerian Pertanian tidak sinkron. 

“Memang yang punya data produksi itu ada dua, (Kementerian) Pertanian dan BPS. Namun ini nggak cocok. BPS berjanji akan memperbarui data itu,” katanya kala itu. 

Kemudian masalah mahalnya harga tiket pesawat. Isu ini begitu mengemuka di kalangan kelas menengah Indonesia, dan akhirnya sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan Jokowi sampai membuka wacana untuk mengundang maskapai asing agar harga tiket pesawat bisa turun seiring lahirnya kompetisi. 

Masalah tiket pun harus Darmin yang ‘mendamaikan’. Setelah rapat berkali-kali, kantor Kemenko Perekonomian akhirnya memutuskan jalan tengah yaitu penurunan harga maksimal 50% untuk Selasa, Kamis, dan Sabtu jam penerbangan 10:00 sampai 14:00. Solusi ini membuat isu tiket agak reda meski suara ketidakpuasan masih ada. 

Mungkin figur Darmin sebagai salah satu yang paling senior di Kabinet Kerja membuatnya dipercaya sebagai tempat mengadu. Namun kadang-kadang tidak sehat juga kalau semua masalah harus diselesaikan oleh seorang Menko, tidak bisa ditangani di level kementerian teknis. 

Kinerja Darmin sebagai Menko Perekonomian bisa mendapat penilaian variatif. Di satu sisi dirinya mendapat sorotan kala PKE tidak berjalan optimal. Namun di sisi lain Darmin boleh mendapat apresiasi karena keberhasilannya mengatasi berbagai masalah yang mengganjal di tingkat kementerian. Sebagai seorang dirigen, Darmin memang bisa diandalkan.

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only