Negosiasi dengan Singapura Dimulai

BOGOR — Pemerintah mulai mengakomodasi permintaan Singapura. Ini ditandai dengan dimulainya negosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda atau avoidance of double taxation dengan negara tersebut.

Negosiasi itu ditandai dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan di Istana Kepresidenan Bogor, kemarin. Didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Vivian berlangsung selama 30 menit.

“Ada juga [pembicaraan mengenai] perjanjian yang akan segera kita mulai negosiasinya, ini masih dalam persiapan yaitu avoidance of double taxation,” kata Retno di Istana Bogor, Rabu (17/7).

Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty merupakan perjanjian internasional perpajakan antardua negara yang dibuat untuk menghindari pemajakan ganda agar tak menghambat perekonomian dua negara.

Kebijakan ini salah satunya juga dimanfaatkan untuk mencegah praktik penghindaran pajak.

Berdasarkan catatan Bisnis, Pemerintah Singapura pernah meminta pembahasan pajak berganda pada 2017. Kala itu, Indonesia berjanji akan meninjau ulang seluruh perjanjian dengan negara-negara yang memiliki kerja sama perpajakan. Sebab, pajak berganda diterapkan kepada seluruh negara mitra investasi Indonesia.

Sementara itu, Retno menyatakan Indonesia dan Singapura telah menyelesaikan perjanjian investasi bilateral Singapura, menurut Retno, adalah negara pertama yang mana Indonesia telah menyelesaikan perjanjian investasi generasi yang baru.

Indonesia dan Singapura telah menyelesaikan perjanjian investasi bilateral. Singapura juga merupakan negara dengan nilai investasi terbesar di Indonesia.

“Karena yang dulu bilateral treaty agreementnya kan lama kemudian diganti generasi baru dan Singapura termasuk negara pertama di mana kita sudah menyelesaikan investment treaty tersebut,” kata Retno.

Singapura adalah negara dengan nilai investasi terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai investasi dari Singapura di Indonesia mencapai US$1,7 miliar pada kuartal I/2019 atau lebih tinggi dibandingkan dengan China, Jepang, Malaysia, dan Hong Kong.

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefi ndo), Fikri C. Permana menilai, negosiasi ini justru akan menguntungkan Indonesia. Pasalnya, selama ini pajak yang dikenakan bersumber dari negara asal dan negara tujuan.

Alhasil, saat Indonesia melakukan ekspor, pungutan pajak berlaku di Indonesia dan Singapura. Dia menyebut kondisi ini juga berlaku dalam mekanisme impor, di mana barang tersebut terkena pajak di Singapura maupun di Indonesia.

“Sehingga barangnya kurang kompetitif di pasar global. Selama ini konsumen mendapat harga yang tinggi,” kata dia.

Namun Fikri mengingatkan, kedua negara harus mematuhi perjanjian dalam kerja sama ini sehingga penerimaan pajak tidak menipis. Dengan demikian upaya meningkatkan competitiveness advantage produk Indonesia, mempermudah supply chain, dan memperkecil dead weight loss baik bagi konsumen ataupun produsen bisa terwujud.

“Birokrasi dituntut lebih transparan dan semakin optimal. Sehingga hal-hal yang kurang diinginkan bisa diminimalisasi,” papar Fikri.

TIDAK TERDAMPAK

Sementara itu Dana Moneter International (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Singapura menjadi 2% hingga akhir 2019 karena ketegangan perdagangan global mengurangi permintaan ekspor.

Fikri menyebut hal ini tidak berdampak besar bagi Indonesia. “Kalau dari segi investasi, lebih besar sentimen negatif terhadap negara Asean saja. Karena kita tahu perekonomian paling advanced di ASEAN, ya Singapura,” paparnya.

Fikri beralasan kondisi ini dipicu oleh ketergantungan Indonesia terhadap ekspor ke Singapura yang semakin menurun. “Ini relatif akan netral karena saya melihat sekarang, ekonomi Indonesia relatif lebih didominasi oleh dovish stance bank sentral dan risiko trade war, dibandingkan dengan dampak resesi Singapura.”

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menambahkan, perjanjian avoidance of double taxation antara Indonesia dan Singapura penting dalam rangka meminimalisasi wilayah abu-abu terkait perpajakan.

Hal ini mengingat Indonesia terikat perjanjian perpajakan dengan kurang lebih 60 negara sehingga masalah ini seharusnya bisa diminimalkan.

“Yang penting prinsip-prinsipnya jelas, jangan sampai ada grey area , bikin lebih rinci dan detil, terjemahkan dalam teknis yang jelas dan simpel,” kata dia.

Prastowo menjelaskan, double taxation sering terjadi karena perbedaan asas pengenaan pajak antara dua negara tertentu. Perusahaan ataupun individu memiliki risiko dikenai pajak dua kali akibat per- bedaan asas perpajakan tersebut.

Selain itu, perbedaan interpretasi dalam praktik juga turut menimbulkan double taxation.

Dalam perjanjian avoidance of double taxation ini, dia berpesan agar pemerintah bernegosiasi dengan baik dan setara. Tak hanya Singapura, menurutnya, negosiasi juga perlu dilakukan oleh mitra investasi Indonesia lainnya.

Dengan demikian, avoidance of double taxation yang awalnya bertujuan untuk mengurangi penghindaran pajak oleh wajib pajak (WP) tidak menggerus pendapatan perpajakan itu sendiri.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only