Pemerintah Segera Pajaki Netflix Hingga Amazon

Terdapat dua poin aturan pajak digital dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan.

Jakarta. Setelah berhasil memungut pajak dari PT Google Indonesia mulai Oktober nanti, otoritas pajak akan mengincar pajak dari Amazon, Sportify, Netflix, dan kawan-kawannya. Langkah tersebut ditempuh lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, yang tengah diramu pemerintah.

Lewat RUU tersebut, pemerintah mengatur pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik alias (PMSE). Ada dua poin dalam RUU yang ditargetkan bisa diundangkan tahun depan itu.

Pertama, pemungutan dan penyetoran pajak penambahan nilai (PPN) sebesar 10% atas impor barang dan jasa tidak berwujud. Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak Robert Pakpahan mengatakan, kini hal itu dilakukan konsumen yang melakukan impor dengan Surat Setoran Pajak.

Nah, dalam RUU terbaru, tanggung jawab PPN tidak hanya kepada konsumen, melainkan juga subjek pajak luar negeri (SPLN). SPLN yang dimaksud yaitu negara yang telah menjalin perjanjian penghindaraan pajak berganda. Saat ini jumlahnya 69 negara.

Nantinya, SPLN bisa menunjuk perwakilan di Indonesia untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas nama SPLN. Misalnya Google Indonesia yang telah memberlakukan PPN sebesar 10% atas layanan Google Ads.

Pemerintah juga menunjuk SPLN baik pedagang, penyedia jasa, maupun platform untuk memungut, menyetor, dan melapor PPN.

“SPLN yang tidak memiliki perwakilan di Indonesia juga punya tanggung jawab membayar PPN karena juga mengambil profit dari Indonesia,” kata Robert, Kamis (5/9). Diluar negara itu, pemerintah bakal mengejar pajak penghasilan SPLN atas kegiatan ekonomi SPLN di dalam negeri.

Kedua, mengatur pengenaan pajak atas penghasilan terkait dengan transaksi elektronik yang dilakukan di Indonesia oleh SPLN yang tidak memiliki badan usaha di Indonesia atau physical presence.

RUU bakal menetapkan tarif dan definisi Badan Usaha Tetap (BUT) bahwa tidak hanya berdasarkan kehadiran fisik, tetapi juga kegiatan ekonominya di dalam negeri.

Sementara itu, “Tarif dan dasar pengenaan pajak sesuai ketentuan pajak penghasilan,” tambah Robert.

Tujuan harus jelas

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah harus merumuskan tujuan yang lebih jelas dalam memajaki ekonomi digital. Misalnya pemerintah ingin mendapatkan penerimaan negara sebesar-besarnya atau membangun sistem perpajakan yang ideal.

Sebab, “Sistem perpajakan yang ideal harus memenuhi unsur keadilan, bukan semata-mata penerimaan negara. Ini ciri pedang bermata dua sistem perpajakan yang harus diwaspadai,” tandasnya.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only