Bingung Rumuskan Insentif Pajak Super

Jakarta, Pemerintah belum juga menerbitkan insentif pengurangan pajak penghasilan (PPh) super alias superdeduction tax untuk wajib pajak badan yang melalakukan investasi pada riset dan pengembangan (R&D). Padahal, beleid superdeduction tax yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45/2019 telah diterbitkan sejak Juli 2019.

rupanya, pemerintah masih kesulitan merumuskan kebijakan tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengakui, pihaknya belum sepenuhnya memahami basis yang tepat untuk menentukan besaran insentif bagi investasi R&D.

“Terus tentang kami di Kemkeu tidak paham dunia R&D ini bagaimana. Mau patokannya seperti apa, (berdasarkan) paten kah ? Kalau paten berati nanti jadi lama sekali untuk bisa mendapatkan insentif,” katanya, Selasa (15/10).

Karena itu, Kemkeu harus berdiskusi dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) serta akademis dalam penyusunan kebijakan itu. Ia juga mengharapkan pelaku usaha yang selama ini telah melakukan investasi untuk R&D serta memiliki output yang konkret, mau memberikan usulan dan masukan kepada pemerintah.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengusulkan, perusahaan yang berhak mendapatkan insentif tersebut tak hanya terbatas pada output paten. Perusahaan yang melakukan aktivitas R&D untuk menghasilkan inovasi produk, juga layak mendapat insentif.

Ia mencontohkan, industri mobil murah ramah lingkungan (low cost green car) yang saat ini berkembang di Indonesia. “Jenis kendaraan itu dikembangkan beberapa perusahaan otomotif dan menjadi basis ekspor. Yang seperti ini eligible,” tutur Airlangga.

Contoh lainnya, industri farmasi yang menjadi salah satu fokus pemerintah di sektor manufaktur. Menurut Airlangga, farmasi tidak mungkin berkembang tanpa adanya R&D. Namun R&D pada industri farmasi tak serta merta menghasilkan produk yang sifatnya sudah jadi paten.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, hasil paten dan sekaligus pengembangan produk, bisa dijadikan dasar penghitungan insentif pajak untuk R&D, lantaran merupakan kunci penting daya saing manufaktur ke depan.

Laporan Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index (GCI), menunjukkan bahwa kapabilitas inovasi menjadi indikator penilaian dengan skor terendah di Indonesia. Nilai belanja untuk R&D pun tercatat hanya 0,1% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only