Menakar daya saing industri di tangan Jokowi-JK

Lahirnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perindustrian menjadi cahaya baru bagi dunia industri di Indonesia. UU tersebut membawa pertumbuhan industri ke arah lebih baik dan lebih terintegrasi.

Pasalnya, pengembangan dan kebijakan industri lebih terarah. Salah satunya melalui Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).

RIPIN disusun untuk jangka 20 tahun dan dapat ditinjau kembali setiap lima tahun. Penyusunan RIPIN memperhatikan potensi sumber daya industri, budaya industri, dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat, serta potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah.

Selain itu, perkembangan industri dan bisnis serta perkembangan lingkungan bisnis strategis baik nasional maupun internasional juga diperhatikan.

Disahkan di era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, UU tersebut diwariskan kepada Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).

Selama periode 2014-2019 dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kontribusi industri pengolahan rata-rata sebesar 20 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Berbagai kebijakan digenjot guna mendorong produktivitas dan daya saing industri nasional, sehingga ekspor semakin terdongkrak. Tidak hanya kebijakan fiskal, pemerintah juga mengupayakan berbagai kebijakan non fiskal.

Serangkaian kebijakan fiskal digelontorkan di antaranya tax holiday, mini tax holiday hingga super deduction tax. Pemberian insentif fiskal tersebut diyakini mampu menggenjot daya saing industri di dalam negeri.

Salah satu yang menjadi andalan adalah super deduction tax, yang memberikan potongan pajak 200 persen untuk industri yang berkontribusi dalam bidang pendidikan vokasi, dan 300 persen untuk industri yang membangun pusat penelitian dan pengembangan.

Salah satu subsektor industri yang siap mengandalkan potongan pajak super atau super deduction tax yaitu industri elektronik, untuk mendongkrak daya saing industri elektronik dalam negeri sekaligus menarik investor untuk memperdalam struktur industri yang menjadi andalan penerapan Revolusi Industri 4.0.

“Untuk industri elektronik kita mendorong terus upaya ini. Bagaimana kita memberikan kesempatan dalam bentuk insentif yakni super deduction tax untuk inovasi. Kalau ini dilakukan, mereka bisa meningkatkan daya saing,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Harjanto.

Sebagian produk industri elektronik asal Indonesia telah diekspor ke beberapa negara, di antaranya Thailand, Malaysia, hingga Amerika Serikat. Namun, sebagian besar bahan baku masih perlu diimpor karena tidak diproduksi di dalam negeri.

Untuk itulah Kemenperin mengajak pemain besar di industri tersebut untuk masuk ke Indonesia lewat super deduction tax. Dengan demikian, akan ada industri semikonduktornya masuk juga, sehingga struktur industrinya semakin kuat.

Sumber : ANTARA

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only