Target Pajak Tak Tercapai, Sri Mulyani: Karena Gejolak Ekonomi

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah bahwa target penerimaan pajak terlalu tinggi. Sehingga angka tersebut kerap meleset untuk dicapai pemerintah. Ia mengatakan target itu sudah diambil dengan basis perhitungan dan diskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Hanya saja, kondisi ekonomi belakangan memang berubah secara dinamis. “Kondisi ekonomi kan bisa saja berubah seperti yang terjadi tahun 2019 ini dikarenakan akselerasi dari perlambatan global mempengaruhi ekonomi dalam negeri,” ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu, 2 November 2019.

Dengan kondisi yang tidak pasti itu, maka asumsi harga komoditas hingga minyak pun berubah secara dinamis. Sehingga, pemerintah pun dalam memperkirakan komponen-komponen pembentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pun selalu akan dihadapkan pada kondisi yang tidak pasti.

Di sisi lain, Sri Mulyani menggarisbawahi bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, berbagai perubahan kemungkinan itu sudah diwadahi. “Yang paling penting tentu adalah landasan hukum dan penggunaan APBN sendiri untuk tetap menjaga ekonomi namun tetap suistainable. Itu yang paling penting,” tutur dia.

Karena itu, Sri Mulyani mengayakan bahwa dari sisi angka, terutama sisi penerimaan itu hampir tidak mungkin akurat. Sebab, perekonomian terus bergerak. “Namun kita juga akan terus mencoba mendekati apa yang sudah ditargetkan.” 

Pada 17 September lalu, Sri Mulyani mengungkapkan keyakinannya bahwa target penerimaan pajak 2019 akan tercapai. Meskipun, kata dia, saat ini ekonomi Indonesia dalam tekanan yang cukup berat. “Target penerimaan pajak 2019 itu berat, tapi bukan berarti tidak bisa kita capai,” kata dia saat melantik pejabat eselon III Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 17 September 2019.

Pemerintah sebelumnya, menargetkan penerimaan pajak dalam APBN 2019 sebesar Rp 1.577 triliun. Sedangkan penerimaan pajak pada semester I sebesar Rp 603,34 triliun. Angka itu mencapai 38,25 persen dari target itu.

Di sisi lain, Sri Mulyani memprediksi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun ini akan naik menuju angka 2-2,2 persen dari Produk Domestik Bruto dari sebelumnya 1,86 persen. “Jadi kami akan tetap menjaga,” ujar dia.

Sebelumnya, risiko shortfall penerimaan pajak diproyeksikan terus berlanjut karena sampai 7 Oktober 2019 realisasi penerimaan pajak hanya Rp 912 triliun atau minus 0,31 persen. Dengan tren penerimaan yang minus 0,32 persen, realisasi penerimaan pajak tahun ini kemungkinan hanya akan berada pada angka 85 persen – 87 persen atau Rp 1.340,8 triliun – Rp 1.372,4 triliun dari target penerimaan sebesar Rp 1.577,5 triliun.

Sebelumnya, Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia Siddhi Widyaprathama mengomentari persoalan shortfall yang selama ini kerap terjadi. Siddhi menyarankan Direktorat Jenderal Pajak melakukan profiling. Sehingga, dari langkah tersebut dapat dilihat sektor usaha yang belum tercakup dan kepatuhannya rendah serta bagaimana pendekatannya.

Di samping itu, ia pun mengusulkan agar target penerimaan pajak dibuat berdasarkan angka yang sudah dicapai. “Bukan target tahun lalu dinaikkan lagi,” ujar Siddhi.

Sumber: tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only