Karpet Merah Pajak buat Raksasa Tambang

Melalui aturan baru, pemerintah memberi diskon tarif pajak penghasilan (PPh) badan untuk perusahaan tambang. Siapa yang menikmatinya?

Tepat sebulan setelah tercapai kesempatan poin-poin pokok investasi 51,23% saham awal Juli lalu, Pt Freeport Indonesia (PTFI) mendapatkan kado istimewa dari Pemerintah RI. Melalui aturan main baru mengenai perlakuan pajak untuk perusahaan tambang mineral dan batubara (minerba), pemerintah memberikan potongan tarif pajak penghasilan (PPh) badan.

Beleid itu bertajuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Minerba. Ketentuan ini berlaku mulai 2 Agustus 2018 lalu.

Ada dua pasal yang mengatur khusus soal pajak bagi pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi, yang merupakan perubahan bentuk usaha pertambangan dari kontrak karya (KK) yang belum berakhir masa kontraknya . Merujuk pasal itu, wajib pajak yang dimaksud: PTFI.

Nah, dalam KK produsen tambang asal Amerika Serikat tersebut yang masih berlaku, pungutan PPh badan sebesar 35%. Sementara di aturan anyar itu, tepatnya dalam Pasal 15 ayat 1 poin d, tarif PPh badan disunat jadi tinggal 25%.

Namun demikian, PP No. 37/2018 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 1 Agustus ini mengatur sumber penerimaan lain dari PTFI. Misalnya, perusahaan yang beroperasi di Papua itu membayar retribusi sebesar 10% dari keuntungan bersih. Perinciannya: sebesar 4% laba bersih disetorkan ke pemerintah pusat dan 6% dibayarkan ke pemerintah daerah.

Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, mengatakan, penurunan tarif PPh Badan itu konsekuensi logis dari dari Undang-Undang (UU) No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba. Beleid ini mengamanatkan pungutan pajak yang mengikuti aturan yang berlaku.

“Disamping royalti dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya yang sudah berlaku, menurut UU Minerba, juga harus ada bagian untuk pemerintah pusat dan daerah atas laba,” terang Suahasil.

Sejatinya, semangat UU Minerba jelas, agar ada peningkatan penerimaan negara. Tapi dalam kasus PTFI, pemerintah cukup dilematis. Satu dari empat poin pokok divestasi: stabilitas investasi perpajakan.

Maka jangan heran, jika dalam PP No.37/2018 tidak ada kenaikan tarif pajak bagi PTFI. Padahal sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah harus mendapat bagian penerimaan negara yang lebih besar. Bisa lewat PPh, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak daerah, dan nonpajak seperti royalti.

Alih-alih menaikkan tarif pajak, PP No.37/2018 mengasih keringanan PPh badan untuk PTFI. Suahasil tak menampik aturan ini memberi perlakukan khusus sistem perpajakan Freeport dalam rezim IUPK.

Langkah itu pemerintah ambil sebagai upaya mengakomodir tuntutan PTFI yang meminta stabilitas investasi untuk keberlangsungan operasional mereka, pasca status KK menjadi IUPK. Pembahasan Rancangan PP No. 37/2018 turut melibatkan Freeport di samping lintas kementerian dan lembaga.

Penurunna tarif PPh Badan itu konsekuensi logis dari undang-undang tentang Pertambangan Minerba

Ahmad Redi, Pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanagara, menilai, bagian pemerintah pusat dan daerah sebesar  10% menjadi tambahan penerimaan negara untuk menutupi penurunan setoran PPh badan, yang sebelumnya 35% menjadi 25%. Dengan demikian, bila ditotal, kewajiban pajak dan pungutan PTFI memang tak berbeda dari aturan KK. Sebab, porsi pungutannya tetap sebesar 35%.

Tapi jika ditelisik lebih jauh, pajak yang diperoleh pemerintah kelak menyusut. Soalnya, sesuai Pasal 15 ayat 3 PP No.37/2018, retribusi ke pemerintah sebesar 10% dari PTFI berbasis laba bersih. Artinya, harus dikurangi PPh badan lagi.

Padahal, Pasal 129 UU Minerba menyebutkan, bagian pemerintah sebesar 10% tidak boleh dikurangi faktor pengurang lain. “Tentu, hal ini mengurangi penerimaan negara dari Freeport Indonesia. Itu tidak sesuai UU Minerba,” tegas Redi.

Sedang sebelumnya, PPh badan 35% dikeluarkan melalui laba usaha sebelum dipotong pajak. Sebagai ilustrasi , bila laba operasi PTFI Rp 10.000 dan terkena PPh badan 35%, maka mereka harus membayar pajak sebesar Rp 3.500.

Sementara dengan sistem yang baru, PTFI membayar PPh badan Rp 2.500 plus bagian pemerintah pusat dan daerah Rp 750 (laba operasi dikurangi PPh Badan). Jadi, total yang harus dibayar cuma Rp 3.250.

Tetap Meningkat

Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, mengakui, ketentuan baru ini akan menurunkan penerimaan pajak. Tapi, tidak menyeret turun penerimaan secara keseluruhan. “Kan, ada potensi peningkatan dari penerimaan-penerimaan yang lainnya,” imbuh Hestu.

Potensi peningkatan itu datang dari PPN, PPh pemotongan atau pemungutan, bea masuk dan keluar, royalti, iuran, dan penerimaan daerah yang mengikuti ketentuan berlaku saat ini. “Sehingga, secara total penerimaan negara akan meningkat. Itu sudah sesuai amanat UU Minerba,” sebut Hestu.

Informasi saja, meski PP No.37/2018 berlaku mulai 2 Agustus lalu, khusus ketentuan perlakuan PPh bagi wajib pajak IUPK, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), pemegang KK berjalan untuk tahun pajak 2019.

Menurut Suahasil, pemerintah tetap tidak ingin penerimaan negara turun. Nah, PP No.37/2018 menjadi landasan yang dipakai pemerintah untuk mendetailkan berbagai skenario perhitungan penerimaan negara, produksi, harga barang tambang, dan biaya operasi produksi ke depan. “Penerimaan negara aktual nantinya akan sangat tergantungan dari actual operation, harga, dan produksi tersebut,” tambahnya

Kelak ini juga tertuang dalam IUPK. Sesuai amanat UU, dalam setiap renegosiasi, penerimaan negara dipastikan meningkat,” ucap Suahasil.

Menurut Hestu, tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan setoran pajak PTFI ke negara. Selama ini, produsen emas itu sudah terdaftar di Kantor Wajib Pajak besar (LTO) dan menjadi wajib pajak (WP) yang baik. “Mereka sudah melaksanakan kewajiban dengan baik, sesuai kontrak karya,” ujarnya.

Menggugat aturan

Menguntip laman resmi Freeport Mc-MoRan, induk usaha PTFI, dalam tiga bulan pertama di 2018, Freeport Indonesia telah menyetor penerimaan negara yang hanya berasal dari pajak penghasilan. Dalam laporan keuangannya, PTFI memberi setoran US$ 401 juta atau Rp 5,41 triliun (kurs APBN 2018 Rp 13.400 per dollar AS).

Penyetoran pajak penghasilan di tahun-tahun sebelumnya juga tercatat. Pada 2017, angka setoran PPh mencapai US$ 869 juta atau Rp 11,6 triliun (kurs APBN 2017 Rp 13.400). Untuk 2016, sekitar US$ 442 juta atau Rp 6,14 triliun (kurs APBN 2016 Rp 13.900) dan di 2015 sebesar US$ 195 juta atau Rp 2,43 triliun (kurs APBN Rp 12.500).

Riza Pratama, Juru Bicara PTFI mengklaim selama ini tarif PPh badan perusahaannya sebesar 35% jauh di atas rata-rata perusahaan tambang lainnya yang hanya 25%. Tapi ia belum mau menanggapi lebih jauh soal PP No. 37/2018 yang memberi diskon PPh Badan Freeport. “Kami akan pelajari lebih dulu aturan ini dan akan seperti apa dampaknya ke perusahaan,” tambah dia.

Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), menganggap, PP No. 37/2018 bertentangan dengan Pasal 169 UU Minerba. Pasal itu memerintahkan, harus ada peningkatan penerimaan negara. “Tapi faktanya, penerimaan negara justru turun,” ujarnya.

Menurut Yusri, kalaupun tidak ada peningkatan penerimaan, minimal setoran pajak yang diatur di PP No.37/2018 tetap sama dengan rezim KK. “Jadi penerimaan tidak mengalami penurunan,” kata dia.

Saat ini, Yusri menambahkan, ada rencana dari kalangan aktivis lingkungan hidup yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam untuk menggugat beleid tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam terdiri dari gabungan beberapa lemabaga swadaya  masyarakat (LSM) di bidang lingkungan. Sebut saja, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jatam, dan Yayasan Bumi.

Ya, pemerintah sedang menggelar karpet merah pajak untuk si raksasa tambang.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only