Pemerintah berharap turning poin dari restitusi pajak

JAKARTA. Sepanjang tahun lalu pemerintah getol memberikan insentif kepada wajib pajak (WP) dalam bentuk pengembalian kewajiban pajak atau restitusi pajak. Pemerintah berharap pemberian restitusi dapat memperbaiki cash flow perusahaan.

Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan sepanjang tahun lalu realisasi dari restitusi pajak sebesar Rp 143,97 triliun. Angka tersebut tumbuh 18% dibanding tahun sebelumnya yakni Rp 118,05 triliun. 

Bila dijabarkan, ada tiga alasan Ditjen Pajak memberikan restistusi kepada wajib pajak. Pertama, restitusi pajak dari pemeriksaan kantor pajak atau restitusi yang berjalan normal sebanyak Rp 87,97 triliun telah digelontorkan pada tahun lalu. Kedua, percepatan restitusi untuk perusahaan dengan salah satu kriteria berorientasi ekspor senilai Rp 32 triliun. 

Ketiga, kekalahan otoritas pajak dari wajib pajak atas keputusan hukum sejumlah Rp 24 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberian restitusi pajak tentu menimbulkan konsekuensi kepada penerimaan pajak  di tahun ini. Namun, insentif ini dirancang untuk perbaikan cashflow perusahaan, sehingga diharapkan dapat segera menimbulkan turning poin atas kinerja di tahun 2020.  

Niat pemerintah untuk mendukung perbaikan keuangan dunia usaha terlihat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan Atas PMK 39/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. 

Beleid yang dikeluarkan pada pertengahan tahun lalu ini membuka kesempatan bagi industri farmasi untuk percepatan restitusi pajak. 

“Pada dasarnya percepatan restitusi pajak diarahkan untuk mendukung investasi dan pembiayaan usaha sektor swasta,” kata Sri Mulyani saat pemaparan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2019, di kantornya, Selasa (7/1).

Dalam implementasinya, restitusi pajak diberikan dalam dua jenis pajak yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekitar Rp 100 triliun dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 43,97 triliun. 

Sementara, sektor usaha paling banyak penikmat restitusi pajak berasal dari sektor pengolahan atau manufaktur yang mencatatkan pertumbuhan restitusi sebesar 18,05% di tahun lalu. Kedua, sektor pertambangan dengan pertumbuhan restitusi mencapai 11,16%. 

Direktur Potensi Kepatuhan Penerimaan Pajak DJP Kemenkeu Yon Arsal menyakini insentif ini dapat memberi dampak positif kepada kinerja sektor pengulahan dan sektor pertambangan di tahun 2020. 

Yon bilang, secara kinerja perusahaan jika dua sektor berorientasi ekspor itu mendapat perbaikan cash flow, maka seharusnya dapat meningkatkan profitabilitasnya.

“Kami selalu cek apakah ada kenaikan profit. Perusahaan eksportir ketika mereka mendapatkan uang kemudian muternya bisa lebih cepat, seharusnya profitabilitasnya tinggi. Ini tercermin di PPh Pasal 25/29, seharusnya di bulan-bulan ini sudah terlihat. Secara keseluruhan nanti akan terpantau dalam laporan SPT Tahunan April mendatang,” kata Yon kepada Kontan.co.id, Selasa (7/1).

Yon menambahkan dari realisasi percepatan restitusi pajak, terjadi kenaikan Rp 10 triliun dibanding tahun 2018. Hitungan Ditjen Pajak, nominal tersebut bisa menjadi modal perusahaan untuk menggenjot ekspor ke depan. 

Terlebih harga komoditas saat ini khususnya crude palm oil (CPO) sedang membaik. Bahkan, optimisme industri manufaktur membaik tahun ini. 

Sumber: Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only