Dilaporkan ke WTO, Indonesia Optimis Tak Langgar Aturan soal Pelarangan Ekspor Nikel

Pemerintah telah menyetujui permintaan konsultasi Uni Eropa yang jadi bagian gugatan terhadap pelarangan ekspor bijih nikel (ore) Indonesia. Kedua belah pihak dijadwalkan akan bertemu akhir Januari 2020 di kantor Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), Jenewa, Swiss.

Ini berkebalikan dengan sikap Indonesia yang juga menggugat Uni Eropa terkait larangan kelapa sawit yang dianggap sebagai bahan dasar energi tak ramah lingkungan. Kedua permintaan konsultasi tersebut akan digelar pada akhir Januari, namun dalam waktu yang berbeda.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga mengatakan, Indonesia kini tengah menunggu list pertanyaan dari pihak Uni Eropa yang kemudian akan dijawab pada sesi konsultasi.

“Advanced question sedang kami tunggu dari mereka. Itu kan membutuhkan waktu, katakanlah sekarang tanggal 7 (Januari). Jadwalnya sekitar 2 minggu. Jadi mungkin kita harapkan tanggal 16 (Januari) sudah ada advanced question yang sudah kami terima,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (7/1).

Sebagai bentuk persiapan, Kemendag akan mengajak berdiskusi kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

“Tadi sudah diputuskan kami akan melakukan rapat kembali tanggal 15 Januari untuk bisa melihat kembali posisi dari masing-masing kementerian/lembaga terkait untuk melihat anticipated question atau possible pertanyaan yang mungkin akan dilayangkan kepada kami,” tuturnya.

Namun demikian, Jerry optimis kebijakan pelarangan bijih nikel ke Eropa tak melanggar atura perdagangan bebas atau free trade yang telah ditetapkan.

“Saya pikir kita optimis, kita selalu optimis kok,” ujar Jerry.

Menko Luhut Gertak Eropa

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa Indonesia akan melawan gugatan dari Uni Eropa atas larangan ekspor bijih nikel.

Luhut mengatakan, larangan itu diberlakukan karena Indonesia akan memproduksi bijih nikel sampai turunannya, seperti baterai litium. Dia menyebut produksi turunan bijih nikel tidak hanya menghasilkan nilai tambah sampai jutaan dolar, namun juga menyerap tenaga kerja lokal.

“Selama ini ekspor bijih nikel terbesar, sebesar 98 persen ke China, sedangkan Eropa hanya dua persen. Jadi bagaimana dibilang saya bela China? Jangan pernah negara manapun dikte kebijakan Indonesia,” kata Luhut Panjaitan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/12).

Hal itu, diungkapkan Luhut Panjaitan, saat melakukan kunjungan kerja ke Tanzania, Afrika Timur. Luhut sebelumnya bertolak ke Uni Emirat Arab untuk membahas persiapan kerja sama investasi.

Uni Eropa Bawa Kasus Sengketa Besi ke WTO

Sebelumnya Wakil Tetap/Dubes RI di Jenewa menyampaikan bahwa Uni Eropa akan mengajukan sengketa terkait produksi besi Indonesia, termasuk pembatasan ekspor bijih nikel, ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Dalam surat yang dikirimkan pada 22 November 2019 itu, Uni Eropa juga menyampaikan permintaan melakukan konsultasi. Konsultasi merupakan langkah awal dalam suatu proses penyelesaian sengketa WTO.

Kebijakan Indonesia yang disengketakan oleh Uni Eropa mencakup pembatasan ekspor untuk produk mineral (khususnya nikel, bijih besi, kromium) yang digunakan sebagai bahan baku industri stainless steel Uni Eropa, insentif fiskal terhadap beberapa perusahaan baru atau yang melakukan pembaruan pabrik, serta skema bebas pajak terhadap perusahaan yang memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

Sumber : Merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only