Penyaluran Kredit Baru Melambat, Tanda Ekonomi Lesu?

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat kinerja penyaluran kredit baru pada 2019 tak sebaik 2017 dan 2019. Permintaan kredit baru yang melambat mencerminkan kondisi perekonomian yang lesu.

Survei Perbankan Bank Indonesia (SPBI) mencatat saldo bersih tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru perbankan kuartal IV-2019 sebesar 70,6%. Angka ini lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yakni 68,3%. Namun angka tersebut masih lebih rendah dibanding tiga tahun ke belakang (2016-2018).

Kalau dicermati secara kuartalan, penyaluran kredit baru di sepanjang tahun 2019 juga tak sebesar tahun 2018 maupun tahun 2017. Penyaluran kredit kuartal I-2019 masih lebih rendah dari periode yang sama tahun 2018. Hal tersebut tercermin dari SBT penyaluran kredit baru 2018 dan 2019 masing-masing sebesar 75,9% dan 57,8%.

Pada kuartal II-2019, penyaluran kredit baru juga lebih rendah dibanding penyaluran kredit baru pada 2016-2018. Sementara penyaluran kredit baru kuartal III-2019 juga lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2017.

Kalau dicermati, jelang tahun politik 2019 penyaluran kredit baru tak sebesar periode-periode sebelumnya. Hal ini dapat dicermati dari angka SBT mulai dari kuartal III-2018 hingga kuartal II-2019.

Ditinjau dari jenis kreditnya, penyaluran kredit baru untuk jenis Kredit Modal Kerja (KMK) pada 2019 tak sebesar tahun sebelumnya. Sementara untuk jenis kredit investasi (KI) penurunan SBT teramati pada kuartal III dan IV 2019 dibanding tahun 2018. Untuk penyaluran kredit konsumsi (KK) masih positif dan tumbuh tercermin dari angka SBT-nya.

Usut punya usut, perlambatan penyaluran kredit baru terutama jenis KMK dan KI disinyalir karena permintaan kredit yang melambat dari sisi korporasi. Hal ini diungkapkan langsung oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada November lalu.

“Kami mendiskusikan faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan pertumbuhan kredit masih melambat, kami berkesimpulan bahwa ini lebih banyak dipengaruhi oleh masih lemahnya permintaan kredit yang dari sisi korporasi hingga saat ini masih belum kuat,” ujar Perry Warjiyo, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Perlambatan permintaan kredit baru terutama untuk KMK dan KI mengindikasikan bahwa korporasi sedang menahan diri untuk melakukan ekspansi bisnisnya. Banyak peristiwa yang membuat penyaluran kredit baru melambat.

Tanda Ekonomi Lesu

Kalau ditelusuri sejak 2018, The Fed selaku bank sentral AS menaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate sebanyak empat kali. Sehingga terjadi capital outflow puluhan triliun dari pasar keuangan RI. Sejak awal tahun hingga akhir Juli 2019 capital outflow di pasar saham RI hampir tembus Rp 50 triliun.Dampaknya adalah neraca pembayaran Indonesia jebol dan nilai tukar rupiah anjlok di hadapan dolar hingga tembus angka Rp 15.000/US$.

Bank Indonesia kala itu sampai menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate hingga enam kali di bulan Mei dua kali, Juni, Agustus, September dan November. Suku bunga acuan BI naik dari 4,25% menjadi 6% atau naik 175 basis poin.

Kenaikan suku bunga ini membuat biaya untuk pinjaman jadi mahal. Selanjutnya tahun 2019, kinerja ekonomi bisa dibilang jauh dari moncer. Tahun 2019 diwarnai dengan anjloknya harga komoditas unggulan RI yaitu batu bara. Harga batu bara anjlok 30% lebih dalam setahun.

Aktivitas perdagangan dan investasi juga melambat akibat perang dagang Amerika Serikat dan China. Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 hingga tiga kali dan terakhir meramal ekonomi global tumbuh di angka 3%.

The Fed akhirnya melonggarkan kebijakan moneternya dengan menurunkan suku bunga acuan hingga tiga kali. Hal itu juga diikuti oleh bank sentral RI yang menurunkan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada 2019.

Pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral selama tahun 2019 tak langsung dapat ditransmisikan oleh perbankan. Biaya kredit masih tinggi, oleh karena itu permintaan terhadap kredit tak dapat langsung pulih.

BI memprakirakan penyaluran kredit baru tahun kuartal I 2020 akan lebih rendah dari kuartal IV 2019 karena faktor musiman. Seperti yang sudah-sudah kuartal pertama ditandai dengan belum panas-nya perekonomian.

Namun berdasarkan SPBI, responden masih tetap optimis terhadap pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2020. Responden memprakirakan kredit tumbuh 9,4% (yoy) pada 2020. Optimisme ini didorong oleh risiko penyaluran kredit dan rasio kecukupan modal yang relatif terjaga.

Sumber : Cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only