Begini cara pemerintah tarik pajak perusahaan digital asing

JAKARTA. Strategi pemerintah untuk menarik pajak atas transaksi elektronik dari perusahaan digital asing sudah rampung. Menciptakan level playing field baik antara subjek pajak dalam negeri (SPDN) dan subjek pajak luar negeri (SPLN).

Kepala Pusat Kebijakan Penerimaan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rofyanto mengatakan pemerintah saat ini sedang menyiapkan aturan yang dapat menarik Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada perusahaan digital luar negeri.

Aturan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan atau RUU omnibus law perpajakan.

Rofyanto menegaskan isi dalam RUU omnibus law perpajakan akan menarik PPN platform digital asing yang telah memetik manfaat ekonomi dari Indonesia.

Sementara itu, terkait PPh, Rofyanto bilang untuk menarik pajak platform digital asing secara langsung harus berbentuk signifikan economic presence.

Selain itu Indonesia memiliki perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty dengan negara lain. Dus, sampai saat ini pemerintah belum menarik pajak digital asing.

Adapun aturan yang berlaku saat ini adalah perusahaan yang dikenai PPh masuk dalam kategori physical economic presence. Dengan kata lain, perusahaan yang memiliki kehadiran fisik di Indonesia.

Makanya, konsensus pajak ekonomi digital yang digagas The Organization for  Economic Co-opration and Development (OECD) ditunggu-tunggu oleh pemerintah. Ini sebagai landasan pengenaan pajak perusahaan digital asing yang disepakati banyak negara. 

“Konsensus OECD mengatur pembagian pemajakan secara adil antara produsen (perusahaan digital asing) dengan negara konsumen. Nah kita ikut perkembangan itu. Sementara ini kita siapkan regulasinya untuk pengenaan PPN dan PPh pajak digital,” kata Rofyanto di kantornya, Jumat (7/2).

Rofyanto menambahkan skema pemajakan perusahaan digital asing sepenuhnya disiapkan dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. “Kita membuka peluang, tentunya Indonesia bisa mengenakan pajak penghasilan kepada mereka (perusahaan digital asing),”  ujar dia.

Berdasarkan draf RUU omnibus law perpajakan yang dimiliki Kontan.co.id pemerintah membuka peluang bagi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) untuk Subjek Pajak Luar Negeri (SPDN) agar bisa dipetik kewajiban pajaknya dengan skema pajak penghasilan atau pajak transaksi elektronik.

Pertama-tama, pemerintah memperjelas status pajak perusahaan luar negeri. Pasal 16 ayat 1 RUU omnibus law perpajakan menyebutkan perusahaan penyedia barang dan jasa luar negeri yang memenuhi ketentuan significant economic presence dapat diperlakukan sebagai badan usaha tetap (BUT) dan dikenakan PPh.

Untuk metode pembayaran PPh atau pajak transaksi elektronik memiliki dua skema. Pertama, dibayar dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) luar negeri.

Kedua, pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri dapat menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia untuk memenuhi kewajiban PPh atau pajak transaksi elektronik.

Di sisi lain dalam naskah akademik RUU omnibus law perpajakan yang diterima Kontan.co.id terdapat kajian BKF soal kondisi yang diharapkan atas PMSE.

Nah opsi untuk pengenaan pajak transaksi elektronik menjadi salah satunya di mana dengan melakukan pendekatan digital service tax, yaitu pendekatan non- PPh dalam hal PPh tidak dapat dikenakan.

Konsep pengenaan pajak transaksi elektronik dengan skema digital service tax ini sebelumnya sudah diadopsi oleh Prancis melalui beberapa pokok- pokok pengaturan. Pertama, digital service tax dikenakan atas penghasilan atas penyediaan jasa periklanan dan jasa intermediasi online yang penghasilannya diperoleh dari Prancis.

Kedua, lingkup pengenaan digital service tax terbatas perusahaan digital besar, yang memiliki penghasilan worldwide lebih dari EUR 750 juta, dan penghasilan kena pajak yang berasal dari Prancis lebih dari EUR 25 juta. Ketiga, perancis telah menetapkan tarif pajak digital service tax sebesar 3% dari nilai transaksi.

“Dalam konteks praktikal, beberapa yurisdiksi menerapkan pengenaan pajak di luar skema pajak penghasilan sebagai solusi dalam hal terdapat keterbatasan treaty untuk menjangkau transaksi elektronik,” sebagaimana dikutip dalam naskah akademik RUU omnibus law perpajakan.

Asal tahu saja, konsep ini juga digunakan oleh Italia dengan tarif pajak digital 3% dan Austria 5%. Sementara itu, di Indonesia dalam RUU omnibus law perpajakan mengarahkan agar menerapkan tarif PPh secara umum setelah konsensus global dari OECD.

Nah, sambil menunggu Indonesia bisa menggunakan konsep pajak transaksi elektronik dengan digital service tax seperti ketiga negara yang disebutkan di atas.

Sumber: Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only