Industri Berdaya Saing Harus Terlibat Riset

Jakarta – Untuk bisa meningkatkan daya saingnya, dunia usaha atau industri di Indonesia harus terlibat dalam riset dan pengembangan atau research and development (R&D). Saat ini, struktur pendanaan penelitian di Indonesia 80 persennya masih didominasi pemerintah dan hanya 20 persennya yang di kontribusi swasta.

Menteri Riset Teknologi (Menristek), Bambang Soemantri Brodjonegoro mengatakan, di Indonesia, swasta (dunia industri) masih memandang riset dan pengembangan atau R&D sebagai sebuah kemewahan sehingga dianggap bukan sesuatu yang harus dan penting.

Berbeda halnya dengan Korea Selatan (Korsel), industri di negeri ginseng ini justru menganggap R&D bukan lagi tanggung jawab sosial (CSR) tapi sebagai pengarusutamaan (sesuatu yang penting). Di negara ini kontribusi swasta dalam struktur pendanaan penelitian mencapai 80 persen dan pemerintah hanya 20 persennya saja.

“Kalau perusahan mau kompetitif, harus investasi signifikan di R&D dan menganggap itu sebagai suatu kebutuhan,” katanya di Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Saat ini pemerintah pun sudah menyiapkan skema insentif pajak (tax deduction) bagi industri yang mau mengucurkan anggaran risetnya. Insentif pajak tersebut bisa mencapai 300 persen.

Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengingatkan, perguruan tinggi tidak alergi menggandeng dan membangun sinergi riset dengan dunia usaha atau industri.

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi baru saja mengucurkan dana penelitian untuk perguruan tinggi negeri berbadan hukum tahun 2020 sebesar Rp 514,2 miliar.

Bambang pun berpesan, riset perguruan tinggi harus sejalan dengan prioritas riset nasional. Selain itu juga mendorong keunggulan spesifik perguruan tinggi tersebut.

“Riset dan inovasi harus ada relevansinya untuk menjawab kebutuhan masyarakat lokal terutama teknologi tepat guna,” ucapnya.

Sumber : Beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only