Pemda Diminta Ringankan Beban

Bisnis – Pengusaha hotel dan restoran di beberapa daerah kompak meminta keringanan pajak hotel kepada pemerintah setempat seiring dengan kian menipisnya pendapatan sebagai dampak dari pandemi virus corona.

Wakil Ketua Perhim punan Hotel dan Restoran Indonesia ( PHRI ) Jawa Tengah Bambang Mintosih mengatakan pihaknya telah menyurati Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk memberikan keringanan beban listrik dan pajak bagi industri hotel.

“Kita benar-benar tiarap, hotel juga membantu penyemprotan disinfektan dan membeli hand sanitizer serta scanning suhu tubuh tamu untuk menjaga kesehatan tamu, meski tidak ada income. Untuk itu kita minta ada keringanan,” kata pria yang akrab disapa Benk Mintosih itu, Selasa (24/3).

Sejak virus corona mewabah pada awal Maret 2020, okupansi hotel Jateng merosot tajam dan kegiatan dari sektor meeting, incentive, convention, exhibiton (MICE) banyak yang dibatalkan.

Alhasil, lanjut Benk, omzet yang sebelumnya rata-rata mencapai Rp2 miliar per bulan kian anjlok menjadi hanya Rp500 juta per bulan. Sementara tanggungan tagihan listrik per bulan Rp240 juta, dan pajak sekitar Rp200 juta. “Kalau dipaksa membayar tagihan listrik serta pajak tentu akan sangat memberatkan,” tuturnya.

Hal senada disampaikan Ketua PHRI Jawa Barat Herman Muchtar yang menyebut okupansi hotel dan restoran di Jabar turun siginifi kan sejak Februari 2020.

“Ini mengakibatkan penurunan tingkat pendapatan hotel dan hunian sebesar 25% sampai 50% okupansi dan penurunan harga 10% sampai 15%,” katanya.

Pihaknya mengusulkan agar Pemprov Jabar dan pemda 27 kabupaten/kota se-Jabar membuat keputusan atau sikap bersama yang mendukung bertahannya ekosistem pariwisata khususnya hotel dan restoran.

“Harus ada keputusan bersama, seperti soal penurunan [keringanan] pajak, pengalihan anggaran promosi wisata, dan sebagainya,” tutur Herman.

PHRI Jabar berharap pemerintah dan pelaku industri pariwisata aktif melakukan kampanye positif dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19 serta menerapkan standar kerja yang memberikan rasa aman, nyaman, dan tenang terhadap kolega, klien, dan pelanggan.

Selain meminta keringanan pajak, PHRI Jabar berharap cicil an bank diringankan melalui keputusan pemerintah pusat yang didorong oleh pemerintah daerah. Pasalnya, industri perhotelan merupakan industri padat modal kerja serta melibatkan pelaku mitra UKM sebagai pendorong ekonomi rakyat.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku sudah me minta 27 kepala daerah untuk turut memikirkan dampak wabah COVID-19 yang sudah menurunkan tingkat hunian hotel dan kunjungan restoran. Menurutnya daerah harus mau mem berikan insentif berupa ke ringan an pajak agar pengusaha tidak mengalami kerugian yang dalam.

“Saya juga titip [kepada] bupati/wali kota untuk berikan insentif [berupa] pengurangan pajak hotel dan restoran. Jangan sampai [mereka] pengunjungnya sedikit, pajak tidak ada insentif akhirnya cash flow industri restoran dan hotel tertinggal dan terjadi PHK. [Pengurangan pajak] bisa dilakukan minggu ini, secepatnya,” katanya.

Ridwan Kamil memahami keluhan dari pengusaha hotel dan restoran terkait dengan dampak penyebaran virus corona. Dalam waktu dekat, pihaknya meminta agar urusan insentif pajak mulai ditentukan besaran dan bentuknya.

“Kebijakan fiskal akan dilakukan dengan kepala daerah mengurangi pajak hotel dan restoran, mereka mengalami kekurangan orang yang menginap, tidak ada yang ke restoran. Kita sangat paham, bayar karyawan kesulitan. Insentif pajaknya berjenjang ada macam ma cam termasuk pajak yang dikelola pemerintah pusat, PPh, PPn itu nanti akan kita usulkan,” ujarnya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat Dedi Taufik mengaku pihaknya masih meninjau urusan kewenangan pu sat terkait Pajak Penghasilan (PPh) industri pariwisata di Jabar, khususnya, Pasal 21 dan PPh Pasal 25.

“Mereka [pengusaha] ingin ada ke ringan an terhadap pajak pemba ngunan 1 [PB1]. Itu adalah kewe nangan kabupaten kota,” tuturnya. Menurut Dedi, menyusul kecemas an masyarakat terhadap Virus Corona ini pihaknya mencatat terjadi penurunan tingkat okupansi hotel sebanyak 5%—7%. Pihaknya mencatat hampir semua daerah di Jabar sudah menutup tempat wisata yang berpotensi mengundang kerumunan.

KURANGI BEBAN

Kebijakan pemerintah agar tidak ada pertemuan yang mengumpulkan orang banyak membuat industri perhotelan lesu. Di Balikpapan, Kalimantan Timur, tingkat keterisian ada yang 0%. “Pengaruhnya luar biasa. Nyungsep semua ini. Bahkan keterisian ada yang nol persen. Rata-rata di bawah 10%,” katanya saat di hubungi, Selasa (24/3). Sahmal menjelaskan bahwa sudah banyak acara yang akan dilakukan dalam waktu dekat di Balikpapan batal. Untuk mengatasi ini, beberapa penghematan dilakukan.

Berdasarkan laporan yang dia terima dari anggotanya, beberapa hotel sudah ada yang merumahkan karyawan. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengatakan pihaknya sedang melakukan kajian untuk mengurangi beban industri yang sangat berdampak wabah COVID-19.

“Apakah itu relaksasi, bisa pengurangan pajak atau penundaan pembayaran. Itu yang sedang kita bahas. Nanti kita lihat mana yang paling pas,” katanya.

Rizal menjelaskan bahwa dua opsi itu yang paling mungkin untuk diberikan stimulus bagi pelaku industri termasuk pengusaha hotel dan restoran yang meminta keringanan pajak.

Lesunya perhotelan dipastikan berpengaruh pada pendapatan asli daerah.

Pelaksana Tugas Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan Haemusri Umar mengatakan bahwa pengaruh tersebut belum akan terasa dalam waktu dekat.

Pemerintah pusat baru mengeluarkan kebijakan khusus untuk tidak pergi ke luar kota atau luar negeri selama dua pekan terakhir.

Sementara itu, PHRI Jawa Timur melaporkan bahwa tingkat okupansi hotel di Jatim mengalami penurunan dengan rata-rata hanya 25% akibat wabah virus corona.

“Pasti terdampak, ini sudah turun sekali, malah kurang dari 25%. Meskipun tidak semua daerah, karena juga ada yang okupansinya masih 35%, walau itu juga sudah di bawah normal yang biasanya di 60%,” Ketua PHRI Jatim Dwi Cahyono.

Dia menjelaskan bahwa kotakota yang tingkat okupansinya hanya 25% tersebut kebanyakan daerah wisata seperti Malang dan Batu. Menurutnya, penurunan okupansi terjadi lantaran adanya pembatalan berbagai event seminar atau studi banding.

“Kami tidak tahu kondisi ini akan berakhir sampai kapan, tergantung penanganan dari pemerintah dan masyarakat juga. Kalau virus semakin serius, bisa makin turun lagi okupansinya.”

Dwi mengatakan jika kondisi penyebaran virus makin buruk, pengusaha hotel terpaksa melakukan efisiensi operasional. Misalnya seperti memberlakukan kerja shift pada karyawan, atau satu hari masuk, satu hari libur.

“Kami juga berharap ini segera berakhir karena akan ada ramadan dan lebaran yang seharusnya ada potensi peningkatan okupansi, minimal saat ramadan biasanya ramai kegiatan buka bersama di hotel,” imbuh nya

Sumber: Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only