Ekonomi China Berkontraksi -6,8 Persen pada Kuartal I/2020, Lampaui Ekspektasi

JAKARTA – Ekonomi China berkontraksi pada kuartal I/2020, pertumbuhan negatif pertama dalam beberapa dekade, di tengah hantaman pandemi virus corona (Covid-19) terhadap Negeri Tirai Bambu dan prospek perekonomian global.

Dilansir dari Bloomberg, Jumat (17/4/2020), produk domestik bruto (PDB) China berkontraksi -6,8 persen pada kuartal I/2020 dari tahun sebelumnya.

Ini menjadi kinerja terburuk bagi ekonomi China sejak setidaknya tahun 1992 ketika rilis resmi PDB kuartalan dimulai, sekaligus lebih buruk daripada proyeksi konsensus untuk penyusutan sebesar -6 persen.

Sementara itu, produksi pabrik dilaporkan turun -1,1 persen pada bulan Maret, penjualan ritel merosot -15,8 persen, dan investasi menurun -16,1 persen sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.

Bagaimanapun, para pembuat kebijakan akan mendapat dorongan dari peningkatan nyata dalam produksi industri, yang telah mengalami penurunan sebesar dua digit pada dua bulan pertama tahun ini.

Pertanyaan utama untuk prospek pemulihan adalah sejauh mana konsumen mendapatkan kembali kepercayaannya setelah langkah lockdown dicabut.

“Data tersebut mengonfirmasi bahwa China, untuk saat ini, sedang memulih,” ujar Shaun Roache, Kepala Ekonom APAC di S&P Global Ratings.

“Namun, jelas bahwa konsumsi akan tertinggal ketika ekonomi memasuki periode transisi antara lockdown dan ditemukannya vaksin,” tambah Roache.

Hal itu bisa memperkuat kebutuhan untuk menjaga pengaturan stimulus yang moderat untuk saat ini, terutama karena penyebaran virus di seluruh dunia juga mengancam menambah tekanan penurunan pada eksportir-eksportir China dalam beberapa bulan mendatang.

Ekonomi China terpaksa lumpuh pada akhir Januari ketika wabah corona yang pertama kali mengemuka di kota Wuhan menyebar ke seluruh negeri.

Aktivitas perekonomian tetap tutup hampir sepanjang bulan Februari. Proses untuk melanjutkan bisnis kemudian berjalan mengecewakan dan tingkat return hanya naik menjadi sekitar 90 persen pada akhir Maret, menurut perkiraan Bloomberg Economics.

Guna meredam pukulan ekonomi, China telah meluncurkan berbagai langkah dukungan, meskipun tidak pada skala sebesar negara-negara lain.

Stimulus yang dimaksud termasuk pendanaan berbiaya murah senilai 3,55 triliun yuan (US$502 miliar) yang disediakan untuk lembaga-lembaga keuangan, 1,29 triliun yuan dalam obligasi khusus pemerintah daerah yang telah disetujui sebelumnya, dan 1,6 triliun yuan dalam bentuk pemangkasan berbagai pajak biaya.

Pemerintah pusat juga mempertimbangkan kebijakan lain seperti meningkatkan rasio defisit terhadap PDB, menerbitkan obligasi negara khusus, dan meningkatkan kuota obligasi khusus pemerintah daerah, demi mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat, menurut sebuah artikel baru-baru ini dari seorang pejabat senior.

“Data aktivitas Maret menunjukkan pemulihan akan menjadi perjalanan panjang, terutama dengan permintaan eksternal yang terpukul pandemi. Penurunan pada produksi yang jauh lebih kecil menunjukkan perbaikan yang kuat di sisi penawaran,” terang Chang Shu, Ekonom Bloomberg.

JAKARTA – Ekonomi China berkontraksi pada kuartal I/2020, pertumbuhan negatif pertama dalam beberapa dekade, di tengah hantaman pandemi virus corona (Covid-19) terhadap Negeri Tirai Bambu dan prospek perekonomian global.

Dilansir dari Bloomberg, Jumat (17/4/2020), produk domestik bruto (PDB) China berkontraksi -6,8 persen pada kuartal I/2020 dari tahun sebelumnya.

Ini menjadi kinerja terburuk bagi ekonomi China sejak setidaknya tahun 1992 ketika rilis resmi PDB kuartalan dimulai, sekaligus lebih buruk daripada proyeksi konsensus untuk penyusutan sebesar -6 persen.

Sementara itu, produksi pabrik dilaporkan turun -1,1 persen pada bulan Maret, penjualan ritel merosot -15,8 persen, dan investasi menurun -16,1 persen sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.

Bagaimanapun, para pembuat kebijakan akan mendapat dorongan dari peningkatan nyata dalam produksi industri, yang telah mengalami penurunan sebesar dua digit pada dua bulan pertama tahun ini.

Pertanyaan utama untuk prospek pemulihan adalah sejauh mana konsumen mendapatkan kembali kepercayaannya setelah langkah lockdown dicabut.

“Data tersebut mengonfirmasi bahwa China, untuk saat ini, sedang memulih,” ujar Shaun Roache, Kepala Ekonom APAC di S&P Global Ratings.

“Namun, jelas bahwa konsumsi akan tertinggal ketika ekonomi memasuki periode transisi antara lockdown dan ditemukannya vaksin,” tambah Roache.

Hal itu bisa memperkuat kebutuhan untuk menjaga pengaturan stimulus yang moderat untuk saat ini, terutama karena penyebaran virus di seluruh dunia juga mengancam menambah tekanan penurunan pada eksportir-eksportir China dalam beberapa bulan mendatang.

Ekonomi China terpaksa lumpuh pada akhir Januari ketika wabah corona yang pertama kali mengemuka di kota Wuhan menyebar ke seluruh negeri.

Aktivitas perekonomian tetap tutup hampir sepanjang bulan Februari. Proses untuk melanjutkan bisnis kemudian berjalan mengecewakan dan tingkat return hanya naik menjadi sekitar 90 persen pada akhir Maret, menurut perkiraan Bloomberg Economics.

Guna meredam pukulan ekonomi, China telah meluncurkan berbagai langkah dukungan, meskipun tidak pada skala sebesar negara-negara lain.

Stimulus yang dimaksud termasuk pendanaan berbiaya murah senilai 3,55 triliun yuan (US$502 miliar) yang disediakan untuk lembaga-lembaga keuangan, 1,29 triliun yuan dalam obligasi khusus pemerintah daerah yang telah disetujui sebelumnya, dan 1,6 triliun yuan dalam bentuk pemangkasan berbagai pajak biaya.

Pemerintah pusat juga mempertimbangkan kebijakan lain seperti meningkatkan rasio defisit terhadap PDB, menerbitkan obligasi negara khusus, dan meningkatkan kuota obligasi khusus pemerintah daerah, demi mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat, menurut sebuah artikel baru-baru ini dari seorang pejabat senior.

“Data aktivitas Maret menunjukkan pemulihan akan menjadi perjalanan panjang, terutama dengan permintaan eksternal yang terpukul pandemi. Penurunan pada produksi yang jauh lebih kecil menunjukkan perbaikan yang kuat di sisi penawaran,” terang Chang Shu, Ekonom Bloomberg.

“Ini sebagian menjelaskan penurunan terbatas dalam PDB, yang berbasis produksi. Namun penjualan ritel dan investasi menggarisbawahi pelemahan yang terus terjadi di sisi permintaan,” sambungnya.

“Ini sebagian menjelaskan penurunan terbatas dalam PDB, yang berbasis produksi. Namun penjualan ritel dan investasi menggarisbawahi pelemahan yang terus terjadi di sisi permintaan,” sambungnya.

Sumber: Bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only