Pembayaran Pita Cukai Boleh Ditunda 90 Hari

JAKARTA. Pemerintah kembali memberi kemudahan bagi perusahaan yang mengalami tekanan akibat pandemi virus corona atau Covid-19. Kali ini, insentif untuk sektor industri yang produksinya tergolong barang kena cukai, yakni industri hasil tembakau atau rokok.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) memberikan relaksasi berupa penundaan pembayaran pita cukai selama 90 hari sejak pemesanan. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30/PMK.04/2020.

Beleid tersebut mengubah PMK Nomor 57/PMK.04/2017 yang mengatur soal penundaan pembayaran pita cukai selama dua bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan untuk pengusaha pabrik atau satu bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan untuk importir.

Penundaan pembayaran ini dilakukan sebagai akibat tersendatnya logistik barang kena cukai di pasaran karena wabah virus corona Covid-19.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai Kemkeu Syarif Hidayat menyampaikan, beleid ini mulai berlaku terhitung bagi pemesanan pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pabrik pada tanggal 9 April hingga 9 Juli 2020 mendatang.

Artinya, Bea Cukai memberikan penundaan pembayaran selama kurang lebih tiga bulan kepada industri terkait. Pihaknya berharap, relaksasi tersebut bisa membantu cash flow perusahaan, sehingga perusahaan dapat tetap menjalankan usahanya.

“Karena keberlangsungan industri sangat diperlukan untuk mengatasi terhambatnya penyediaan logistik dan penyerapan tenaga kerja agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Syarif, Kamis (16/4).

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai Kemkeu Nirwala Dwi Hariyanto bilang, relaksasi tersebut dinilai memang sangat diperlukan bagi industri terkait.

Sebab, profitabilitas industri hasil tembakau dan minuman alkohol turun akibat pandemi virus corona. Harapannya, relaksasi bisa memperbaiki cash flow perusahaan.

“Dengan aturan lama yang jangka waktu pembayarannya dua bulan tentu akan memberatkan industri saat ini. Sebab, kan kalau lewat tenggat waktu ada denda sebesar 10%.” kata Nirwala kepada KONTAN, kemarin.

Golongan B dan C

Nirwala menegaskan bahwa beleid tersebut mengecualikan jenis barang kena cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) golongan A seperti bir. Sebab, bir merupakan barang kena cukai yang tidak ditempel pita cukai. Berbeda dengan rokok dan MMEA golongan B dan C yang sebelum keluar dari pabrikan harus dilekatkan pita cukai.

Saat ini tren pemesanan pita cukai berdasarkan catatan Nirwala, melonjak sejak akhir Maret sampai minggu pertama April. Dari nilai transaksi yang biasanya hanya Rp 400 miliar- Rp 500 miliar per hari, naik jadi Rp 1,5 triliun per hari.

“Lonjakan itu dipengaruhi oleh kekhawatiran adanya kebijakan karantina wilayah alias lockdown. Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah cukup berat bagi industri, sebab di daerah itu mekanisme dan waktu penerapannya berbeda-beda. Jadi kadang terkendala soal distribusi,” tambahnya.

Sementara itu, relaksasi ini diperkirakan akan menyebabkan realisasi penerimaan cukai anjlok hingga lebih dari 30% dari penerimaan cukai biasanya. Namun, penurunan penerimaan hanya terjadi sampai dengan 9 Oktober 2020 sebagai tenggat waktu pembayaran relaksasi dalam PMK teranyar tersebut.

Sementara itu, penerimaan cukai akhir tahun diperkirakan turun sekitar 4,3% dari target. Artinya akhir tahun ini cukai rokok berkurang Rp 7,5 triliun atau hanya membukukan penerimaan senilai Rp 165,65 triliun.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only