Catat! Tarif Pajak Perusahaan Turun Mulai Bulan Ini

JAKARTA — Kabar gembira buat para pengusaha di Indonesia. Di tengah pandemi COVID-19, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 25. Penurunan itu berlaku bulan April 2020.

Wajib pajak (WP) badan umum mendapat pengurangan tarif pajak dari 25% menjadi 22%. Serta WP badan yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun mendapat pengurangan tarif pajak dari 20% menjadi 19%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, penghitungan angsuran pajak penghasilan WP badan mengalami penyesuaian setelah pemerintah menurunkan tarif PPh badan sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keseragaman dalam penerapannya, dia bilang DJP telah mengambil kebijakan bahwa penyesuaian angsuran pajak untuk tahun pajak berjalan 2020 diberlakukan pada saat yang sama, yaitu mulai pada Masa Pajak batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019.

Hestu mengatakan angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan alias 2020 bisa dihitung jika WP melaporkan SPT Tahunan pajak periode 2019 sesuai batas waktu yang ditentukan.

“Jadi kalau belum lapor SPT Tahunan 2019, tentu belum bisa menghitung angsuran pajak tahun 2020, sehingga belum bisa memanfaatkan penurunan tarif PPh Badan ini dalam membayar angsuran pajak tahun 2020,” kata Hestu saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (27/4/2020).

Menurut Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widya Pratama kebijakan tersebut sebenarnya belum mampu menutupi besarnya penurunan omzet yang diterima nyaris semua perusahaan selama dihantam pandemi ini. Meski demikian, pihaknya tetap mengapresiasi pemerintah yang telah cepat tanggap mengimplementasikan stimulusnya demi menyelamatkan perusahaan yang ada.

“Penurunan tarif pajak merupakan respons dari Pemerintah yang patut dihargai, namun demikian di saat seperti ini, belum terlalu banyak membantu, karena untuk banyak sektor terdampak, penurunan omzetnya lebih besar dari penurunan tarif pajak,” ujar Siddhi kepada detikcom, Senin (27/4/2020).

Menurut Siddhi, penurunan tarif pajak menjadi 22% hanya mampu membantu perusahaan menghemat lebih kurang lebih 10% biaya pengeluaran mereka. Sedangkan, rata-rata kehilangan omzet yang telah dirasakan pelaku usaha saat ini bisa mencapai lebih dari 50%.

Siddhi menambahkan untuk dapat menyelamatkan perusahaan, insentif pajak belum dirasa cukup. Pemerintah diharap mampu memberi insentif lainnya seperti yang sudah berlaku di negara lain.

Namun demikian, Pengamat pajak dari Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengatakan kebijakan tersebut memberikan tambahan likuiditas tambahan bagi perusahaan.

Apalagi sejak awal Maret, pemerintah sudah mengumumkan insentif pajak tersebut adalah penanggungan PPh pasal 21, penundaan pembayaran PPh Pasal 22 impor, pengurangan tarif PPh Pasal 25, dan percepatan restitusi PPN.

“Harus dibarengi dengan insentif lainnya, seperti relaksasi restitusi PPN dalam PMK 23 Tahun 2020. Percepatan restitusi ini akan sangat membantu sekali likuiditas perusahaan,” kata Fajry saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (27/4/2020).

Fajry menilai ketersediaan likuiditas menjadi kunci bagi perusahaan di tengah krisis seperti sekarang. Dengan likuiditas yang cukup, maka sebuah perusahaan tidak perlu melakukan efisiensi seperti merumahkan pegawainya maupun memutuskan PHK.

Sumber: Detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only