Tambahan Stimulus Percepat Pemulihan Ekonomi

JAKARTA, Investor.id- Pemulihan ekonomi nasional akan berlangsung lebih cepat jika anggaran stimulus fiskal, moneter, dan keuangan ditambah dan diperluas, khususnya untuk modal kerja korporasi swasta.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani secara terpisah di Jakarta, pekan lalu.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan, Kadin telah mengusulkan stimulus modal kerja bagi dunia usaha kepada pemerintah.

“Kami mengusulkan stimulus modal kerja untuk korporasi hingga enam bulan ke depan. Kebutuhannya sekitar Rp 300 triliun,” kata dia.

Rosan menambahkan, para pengusaha juga mengusulkan modal kerja sebesar Rp 100 triliun untuk menyelamatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Modal kerja, menurut Rosan Roeslani, sangat dibutuhkan, baik oleh UMKM maupun korporasi swasta. “Pemerintah sudah mengucurkan stimulus dalam bentuk restrukturisasi kredit kepada UMKM dan korporasi. Tapi tanpa modal kerja, restrukturisasi kredit saja tidak akan efektif,” tegas dia.

Kadin Indonesia, kata Rosan, juga mengusulkan agar modal kerja yang diterima dunia usaha diberi diskon atau insentif khusus, tidak mengacu pada suku bunga kredit di pasar.

Modal Kerja Setahun

Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani menjelaskan, untuk cepat pulih, dunia usaha memerlukan stimulus modal kerja setidaknya selama setahun dengan subsidi bunga menyesuaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRRR), yang saat ini dipatok 4,5%. “Stimulus perlu diberikan untuk semua sektor usaha. Bukan hanya industri manufaktur,” ujar dia.

Hariyadi mengungkapkan, dalam kalkulasi Apindo, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) butuh anggaran Rp 283,1 triliun, mamin Rp 200 triliun, alas kaki Rp 99 triliun, hotel dan restoran Rp 42,6 triliun, serta sektor elektronika dan alat-alat listrik rumah tangga Rp 407 miliar.

Dia menerangkan, pemerintah sudah mengumumkan pemberian stimulus sebesar Rp 677 triliun lewat progam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun, anggaran sebesar itu belum cukup kuat untuk memulihkan perekonomian. “Alokasinya pun salah sasaran,” tegas dia.

Menurut Hariyadi, pemerintah mengalokasikan Rp 203 triliun untuk bantuan sosial (bansos). Alokasi terbesar kedua adalah BUMN, sekitar Rp 152 triliun. Sedangkan dukungan untuk UMKM sangat kecil.

Stimulus untuk UMKM terdiri atas subsidi bunga kredit Rp 34,15 triliun, penempatan dana pemerintah untuk menjamin kredit UMKM Rp 87,59 triliun, penjaminan untuk modal kerja UMKM Rp 1 triliun, dan imbal jasa penjaminan Rp 5 triliun.

Dia menambahkan, sektor pariwisata hanya mendapat Rp 3,8 triliun, padahal paling terdampak. Lalu sektor perumahan hanya Rp 1,3 triliun, itu pun untuk subsidi bunga dan bantuan uang muka bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

“Jadi, yang terbesar itu larinya ke BUMN dan pajak. Kami sangat prihatin. Stimulusnya setengah hati, nggak niat ngasih-nya,” tutur dia.

Hariyadi Sukamdani menjelaskan, dunia usaha juga membutuhkan penurunan tarif listrik dan gas, relaksasi pembayaran listrik dan gas selama tiga bulan setelah jatuh tempo, serta pembayaran listrik sesuai penggunaan tanpa beban minimal.

Selain itu, kata dia, dunia usaha membutuhkan penangguhan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) selama tiga bulan dan percepatan waktu restitusi perpajakan.

Hariyadi mengemukakan, pengusaha mempertanyakan kebijakan PLN yang mendapat bantuan dana dari pemerintah sebesar Rp 48,5 triliun tetapi tidak memberikan keringanan tarif kepada dunia usaha.

Dia memperkirakan jumlah pekerja yang terdampak pandemi Covid-19 mencapai 30% dari total pekerja formal sebanyak 56,2 juta. Jumlah ini tergolong banyak mengingat pekerja di atas 50 tahun sudah tidak bisa bekerja. “Banyak pula karyawan berstatus kontrak. Sekarang tidak di-PHK, tetapi menunggu kontraknya habis,” tutur Hariyadi.

Sumber : Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only