Ogah Negosiasi, AS Siap Balas Dendam jika Ada Pajak Netflix Cs

Washington, D.C. – Pemerintah Amerika Serikat (AS) ogah melanjutkan negosiasi terkait pajak digital Netflix cs dengan negara-negara Eropa. Pihak AS juga menegaskan siap melakukan retaliasi jika pajak itu terealisasi.

Keputusan itu disampaikan Kementerian Keuangan AS melalui surat kepada negara-negara maju Prancis, Inggris, Spanyol, dan Italia. Menkeu AS Steven Mnuchin berkata lebih baik fokus pada dampak pandemi Virus Corona dulu.

Prancis mengaku kesal dengan surat dari AS, apalagi mereka ingin segera memungut hasil pajak digital.

“Surat ini adalah sebuah provokasi,” ujar Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire, seperti dikutip The Local France, Jumat (19/6/2020).

Lebih lanjut, empat Kemenkeu Eropa itu telah membalas surat ke Washington, D.C. agar diskusi pajak digital antar negara maju (OECD) dapat segera terlaksana.

Pajak digital yang dimaksud akan menyasar perusahaan-perusahaan, seperti Netflix, Google, Amazon, dan lain-lain.

Menkeu Prancis berkata perusahaan digital tersebut meraup untung banyak di tengah pandemi ini. Prancis menargetkan tahun ini pajak hingga 3 persen bisa dipungut.

Dalam suratnya, Menkeu AS Steven Mnuchin menegaskan AS menolak pajak-pajak layanan digital. Ia pun mengingatkan akan ada retaliasi.

“Dan sebagaimana yang kami berulang kali ucapkan, jika negara-negara memilih untuk memungut atau mengadopsi pajak-pajak seperti itu, Amerika Serikat akan merespons lewat tindakan-tindakan dengan proporsi memadai,” ujar Mnuchin seperti dikutip Financial Times.

Berbeda dari Prancis yang ingin negosiasi pajak segera berlanjut, pihak AS baru ingin berbicara di akhir tahun. Saat ini AS meminta fokus ke dampak pandemi corona.

“Ini adalah waktu ketika pemerintah di seluruh dunia seharusnya memfokuskan perhatian dalam menghadapi isu-isu ekonomi yang dihasilkan Covid-19,” tulis Mnuchin.

Indonesia juga Mau Pajak Digital

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan bahwa Indonesia akan tetap memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk digital luar negeri, termasuk Netflix, Spotify, dan beberapa layanan digital atau streaming lainya.

Langkah tersebut dikarenakan perusahan (fisik) penyedia layanan tersebut tidak berdomisili di Indonesia, sementara layanannya dapat diakses secara luas di berbagai negara, termasuk Indonesia.

“Subjek pajak luar negeri adalah perusahaan atau subjek yang selama ini nggak bisa kita mintai untuk ikut memungut dan mengumpulkan PPN karena dia domisilinya di luar negeri, tapi services-nya ada di sini,” ujar Sri Mulyani, Selasa, 16 Juni 2020.

Sri Mulyani menyebut Netflix sebagai contoh, yakni sebuah produk digital yang layanannya dapat diakses di Indonesia, tapi perusahaan fisiknya tidak ada di wilayah yurisdiksi Republik Indonesia.

“Ini yang disebut subjek pajak luar negeri, nah padahal services dia dinikmati oleh orang Indonesia yang menghasilkan nilai tambah, yang seharusnya merupakan subjek dari PPN,” kata Sri Mulyani.

Terkait respons dingin Presiden AS Donald Trump mengenai pemberlakuan pajak ini, Sri Mulyani mengatakan bahwa yang dipermasalahkan adalah Pajak Penghasilan (PPh), yakni mengenai bagaimana perusahaan membagi kewajiban PPh-nya antar yurisdiksi, dan bukan soal PPN.

“Dalam soal ini kita akan terus kerja sama aja secara internasional, karena ini masalah bukan hanya Indonesia yang menghadapi. Semua negara menghadapi juga, tapi kita selama ini memungut PPN pun enggak bisa,” kata Sri Mulyani.

“Padahal dengan adanya Covid banyak sekali yang pindah kepada digital, berarti kan itu menjadi sesuatu yang harus kita sikapi dari sisi perpajakan,” kata Sri Mulyani.

Sumber: Liputan6.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only