Defisit Fiskal Bengkak Jadi 6,34 Persen, Ini Komentar Ekonom Senior Bank Dunia

JAKARTA – Pemerintah memperlebar defisit APBN melebar menjadi 6,34 persen dari posisi 5,07 persen seiring dengan meningkatnya kebutuhan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menanggulangi dampak virus Corona (Covid-19).

Ekonom Senior Bank Dunia Bank Dunia Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Ralph Van Doorn mengatakan ruang fiskal Indonesia akan semakin sempit pascapandemi Covid-19. Pendapatan negara akan sulit kembali ke posisi sebelum pandemi seiring anjloknya harga komoditas primer.

“Di sisi lain, pelebaran defisit akan mendorong pengeluaran untuk bunga [interest expenditure] sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah utang. Hal ini dapat mengubah alokasi anggaran prioritas Indonesia,” katanya dalam Media Briefing Online: Public Expenditure Review World Bank, Senin (22/6/2020).

Untuk itu, Bank Dunia (World Bank) merekomendasikan tiga hal utama yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dalam menyikapi mengetatnya ruang fiskal saat ini. Pertama, dia menyarankan pemerintah untuk menjaga defisit fiskal untuk jaring pengaman sosial (bansos) dan kesehatan.

Kedua, pemerintah Indonesia diminta untuk menyelesaikan kendala sistemik guna meningkatkan kualitas pengeluaran. Beberapa solusi mengatasi kendala antara lain, memastikan anggaran tepat sasaran, mencari data yang valid, dan fokus mendistribusikan anggaran kepada pemerintah daerah.

Ketiga, menyelesaikan masalah-masalah di sektor ekonomi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi program PEN.

Meski demikian, Ralph memprediksi perekonomian Indonesia, khususnya kinerja pemasukan, pascapandemi tidak akan melesat dalam waktu dekat. Menurutnya, pemerintah mau tidak mau harus melakukan reformasi di bidang perpajakan untuk meningkatkan potensi pendapatan pascapandemi virus Corona.

“Kita melihat sendiri saat krisis finansial sebelumnya, pemasukan pemerintah Indonesia tidak membaik dalam waktu singkat. Kuncinya ada pada perluasan basis pajak [tax based] dan peningkatan rasio pajak terhadap PDB [tax-to-GDP ratio].” ujarnya.

Pasalnya, dia melihat rasio pajak sudah rendah, bahkan jauh sebelum pandemi Covid-19.

Sumber: Bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only