Menperin Siap Kendalikan Impor Demi Pacu Permintaan Produk Domestik

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan akan mengimpelementasikan instrumen pengendalian impor untuk melindungi produk dalam negeri. Langkah ini juga diambil demi menggenjot permintaan pasar domestik di tengah ketidakpastian pasar global selama pandemi virus corona.

Instrumen pengendalian impor yang akan diterapkan antara lain membuat dashboard supply-demand domestik untuk produksi industri dalam negeri, yakni dengan menerapkan safeguard, penguatan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan larangan terbatas.

“Sangat penting untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor. Selain itu, pada 2022 kami berupata mewujudkan subtitusi impor sebesar 35%,” kata Agus seperti dilansir Antara, Minggu (28/6).

Selain melalui implementasi instrument pengendalian impor, politikus Golkar ini juga akan menerapkan program Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri (P3DN) untuk memacu permintaan pasar dalam negeri. Melalui program ini ia akan memastikan prioritas belanja kementerian, lembaga, termasuk BUMN diarahkan ke produk dalam negeri.

Melalui kedua upaya tersebut, Agus yakin Purchasing Manager’s Index manufaktur Indonesia dapat bangkit lagi pada capaian Februari 2020, yakni di level ekspansif sebesar 51,9. Apalagi jika ditambah dengan kondisi kedaruratan kesehatan telah selesai dan vaksin untuk covid-19 telah ditemukan serta didistribusikan secara massal.

Di samping itu, Agus menyatakan saat ini tengah memacu aktivitas industri yang produktif dan aman dari imbas covid-19. Harapannya bisa turut mempercepat pemulihan ekonomi nasional sekaligus tetap memutus rantai penyebaran covid-19.

“Sehingga secara bertahap dapat segera memulihkan sektor industri manufaktur,” kata Agus.

Menperin pun mengusulkan stimulus tambahan guna menjaga dan memacu produktivitas sektor manufaktur. Stimulus tersebut antara lain diskon dan penyesuaian tarif energi yang harus dibayarkan oleh pengusaha.

Usulan tambahan stimulus ini diharapkan mampu melengkapi yang telah diberikan pemerintah sebelumnya, seperti penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan baku lokal tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari tanpa denda, serta angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25.

“Semuanya dilakukan untuk mengurangi beban yang harus ditanggung para pelaku industri selama terjadi pandemi,” kata Agus.

Sebelumnya, pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri mengaku mengalami penurunan permintaan karena terganggu produk impor. Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia Rizal Tanzil Rakhman menyatakan penurunan penjualan produk hulu seperti benang dan kain sudah mulai dirasakan pada awal tahun ini lantaran arus deras produk impor.

“Alhasil produk kita kalah bersaing,” kata Rizal kepada Katadata.co.id, Rabu (20/5).

Data BPS menunjukkan volume impor kain terus meningkat dari 2016-2018 dengan tren sebesar 31,80%. Pada 2016 impor kain tercatat sebesar 238.219 ton, kemudian pada 2017 naik menjadi 291.915 ton, dan terus naik menjadi 413.812 ton pada 2018.

Tiongkok menjadi eksportir TPT terbesar ke Indonesia dengan volume mencapai 4.392 ton pada 2018. Meskipun angka tersebut turun dari 6.031 ton pada 2017.

Sumber : Katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only