Diskon Pajak Penghasilan Pegawai Sepi Peminat

Realisasi insentif PPh Pasal 21 hingga 20 Juni 2020 hanya 2,57% dari alokasi Rp 25,66 triliun.

JAKARTA. Pemanfaatan sejumlah fasilitas insentif fiskal dalam rangka mengantisipasi efek pandemi korona masih rendah. Hal tersebut tampak dari penyerapan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang masih rendah.

Sampai dengan 20 Juni 2020, insentif pengurangan pajak karyawan tersebut baru mencapai 2,57% dari total anggaran dukungan usaha dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selama dua bulan, realisasi PPh ini sebesar Rp 600 miliar. Padahal alokasi insentif pajak bagi karyawan ini mencapai Rp 25,66 triliun dan menjadi alokasi insentif pajak terbesar dari empat insentif lain yang masuk di PEN.

Saat ini tercatat 104.925 karyawan yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21. Angka tersebut jauh di bawah jumlah total karyawan yang terdaftar sebagai wajib pajak (WP) yang mencapai sekitar 35 juta. Bahkan jumlah penikmat insentif tersebut juga masih jauh di bawah dibanding dengan karyawan yang sudah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2019 yang mencapai 9,27 juta.

Sebagai perbandingan, melalui PEN, pemerintah mengalokasikan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor senilai Rp 14,75 triliun, serta diskon 30% PPh Pasal 25 sebesar Rp 14,4 triliun. Selanjutnya ada pendahuluan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) senilai Rp 5,8 triliun, serta penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% dengan alokasi nilai sebesar Rp 20 triliun, dan selebihnya untuk stimulus lain yang digulirkan pada Oktober-Desember 2020.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemkeu Suryo Utomo mengatakan, tujuan dari insentif ini adalah untuk mengungkit daya beli masyarakat menengah di masa pandemi. Akan tetapi, agar bisa mendapatkan insentif tersebut, perusahaan harus mengajukan permohonan insnetif kepada kantor pajak setempat.

Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal, realisasi insentif pajak karyawan yang masih minim karena masih banyak pemberi kerja yang belum lapor dan mengajukan insentif PPh Pasal 21. “Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah mengingatkan agar pemberi kerja melapor. Kami terus mensosialisasikan program ini secara masif kepada wajib pajak,” katanya, Minggu (5/7).

Ihwal rendahnya perusahaan yang memanfaatkan fasilitas ini, Rosan Perkasa Roeslanni, Ketua Umum Kadin Indonesia, menyatakan akan melihat data yang masuk. Ia juga menandaskan bakal terus mengingatkan para pengusaha agar memanfaatkan fasilitas perpajakan ini. “Kami terus bicara ke pengusaha,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha sudah aktif mengajukan insentif karyawannya. Namun, ia menilai insentif PPh Pasal 21 sejak awal tidak efektif mengangkat daya beli karyawan. Sebab banyak karyawan yang sudah dipotong gajinya akibat arus kas perusahaan menipis.

Menurut Hariyadi, penundaan iuran jaminan hari tua dan jaminan pensiu di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan lebih efektif dampaknya bagi daya beli. “Ini sifatnya tabungan bukan utang. Ada stimulus untuk subsidi bunga dunia usaha, masa BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa diberikan,” kata Hariyadi.

Dia menambahkan, pemerintah harus fokus mensinergikan penanganan pandemi Covid-19 agar stimulus yang digelontorkan bisa efektif, utamanya untuk sisi kesehatan. Jika kesehetan bisa diatasi, Hariyadi yakin ekonomi akan ikut sehat dan memulihkan kembali kondisi keuangan perusahaan.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only