Sengketa Pengkreditan Pajak atas PPN Tidak Dipungut

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pengkreditan atas pajak pertambahan nilai (PPN) tidak dipungut. Perlu dipahami, wajib pajak merupakan bentuk usaha tetap (BUT) dari suatu perusahaan yang berdomisili di Australia, selanjutnya disebut X Co.

Salah satu pekerjaan yang dilakukan wajib pajak berkaitan dengan kontrak kerja sama yang dibuat oleh X Co dan pihak lawan transaksi yang juga berkedudukan di Australia, selanjutnya disebut Y Co, terkait dengan penyerahan jasa yang dilakukan di wilayah Indonesia.

Otoritas pajak menilai penyerahan jasa dilakukan di luar daerah pabean dan tidak ada keterkaitan dengan kegiatan usaha wajib pajak di Indonesia sehingga tidak terutang PPN. Dengan demikian, wajib pajak tidak dapat melakukan pengkreditan pajak masukan.


Sebaliknya, wajib pajak berpendapat penyerahan jasa dilakukan di dalam daerah pabean dan memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN. Konsekuensinya, pajak masukan yang sehubungan dengan pengerjaan kontrak kerja sama tersebut dinilai tetap dapat dikreditkan.


Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan penyerahan jasa konsultasi dilakukan di dalam daerah pabean.


Penyerahan jasa oleh wajib pajak tersebut memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN. Dengan begitu, pajak masukan terkait dengan penyerahan jasa sebagaimana dimaksud tetap dapat dikreditkan.


Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 46422/PP/M.XI/16/2013 tanggal 24 Juli 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 31 Oktober 2013.


Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi pajak masukan masa pajak Maret 2007 sebesar Rp74.028.787 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.


Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurut Pemohon PK, Termohon PK tidak memiliki kaitan dengan kegiatan penyerahan jasa konsultasi di bidang teknik dan perencanaan yang diperjanjikan dalam kontrak yang dibuat X Co dan Y Co.


Selain itu, Pemohon PK juga tidak menemukan adanya transaksi Termohon atas penyerahan jasa konsultasi dengan wajib pajak luar negeri yang menimbulkan terutangnya PPN.
Kontrak kerja sama yang dibuat X Co dan Y Co hanya mengikat kedua pihak tersebut. Kegiatan penyerahan jasa konsultasi yang tertulis dalam kontrak tersebut juga dilakukan di luar daerah pabean sehingga tidak terutang PPN.
Dengan begitu, Termohon PK tidak dapat melakukan pengkreditan pajak masukan apabila tidak ada penyerahan jasa yang menimbulkan terutangnya PPN.


Pendapat Pemohon PK didukung dengan ketentuan Pasal 9 ayat (5) UU No. 8 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU No. 18 Tahun 2000 (UU 18/2000). Aturan tersebut menyebutkan dalam suatu masa pajak, pengusaha kena pajak dapat melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.


Apabila penyerahan yang terutang pajak memang benar dilakukan maka dapat dilakukan pengkreditan pajak.
Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Termohon PK merupakan BUT dari pihak X Co yang salah satu kegiatannya melaksanakan kontrak kerja sama yang disepakati oleh X Co dan Y Co.


Merujuk pada perjanjian kerjasama tersebut, penyerahan jasa dilakukan di dalam daerah pabean Indonesia dan memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN. Pajak masukan yang sehubungan dengan pengerjaan kontrak kerja sama tersebut dinilai tetap dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (2a) UU 18/2000.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Permohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar.
Terdapat dua pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pertama, koreksi positif pajak masukan yang dapat diperhitungkan masa pajak Maret 2007 sebesar Rp74.028.787 tidak dapat dibenarkan.
Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak yang diajukan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, penyerahan jasa yang dimaksud dalam perkara ini dilakukan di dalam daerah pabean. Penyerahan jasa tersebut terutang PPN, tetapi memang mendapatkan fasilitas tidak dipungut PPN.

Pajak masukan yang sehubungan dengan pengerjaan kontrak kerja sama dinilai tetap dapat dikreditkan. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.


Berdasarkan pertimbangan di atas, pendapat Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Sumber: DDTC.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only