Perdagangan Surplus, Sri Mulyani Klaim Reaksi Tarif Impor

Jakarta, – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyambut baik surplus neraca perdagangan Indonesia secara bulanan pada September 2018. Menurut dia, kebijakan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22 terhadap 1.146 barang impor memberi dampak terhadap kinerja perdagangan tersebut.

Senin (15/10) siang, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi surplus terhadap neraca perdagangan Indonesia senilai US$230 juta pada September. Realisasi ini membaik dibanding bulan lalu yang tercatat defisit US$1,02 miliar.

“Kalau dari sisi yang dimonitor kemarin, itu betul kelihatan sudah flat yang diatur 1.147 (produk impor yang dinaikkan tarif PPh-nya),” ujar Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (15/10).

Kendati demikian, pemerintah mengaku akan terus memonitor kinerja perdagangan. Hal terpenting, lanjutnya, tren neraca perdagangan sudah mulai membaik dan sesuai harapan semua pihak.

“Senang dengan arahnya sudah mulai membaik dari sisi neraca perdagangan, terutama nonmigas. September sudah menunjukkan positif, meskipun migas masih negatif,” sebutnya.

Menurut catatan BPS per September 2018, surplus terjadi karena ekspor mencapai US$14,83 miliar, atau lebih besar dari impor yang senilai US$14,60 miliar.

Ekspor nonmigas mencapai US$13,62 miliar. Angka itu menurun sekitar 5,67 persen dari bulan sebelumnya. Sedangkan, ekspor migas berada di angka US$1,21 miliar akibat mengalami penurunan 15,8 persen dari bulan sebelumnya.

Menanggapi data tersebut, Sri Mulyani menyadari ekspor nonmigas lebih memberi berkontribusi dibandingkan sektor migas. Ke depan, dia berharap kebijakan pemerintah terkait biodiesel 20 persen ke dalam kandungan Solar (B20) bisa turut mengurangi impor migas.

“Kita tentu berharap dengan B20 bisa menurunkan konsumsi (migas), sehingga nanti akhir tahun bisa tercapai (neraca perdagangan) positif. Tetapi trennya sudah benar, meski ratenya harus akselerasi lebih cepat,”paparnya.

Data BPS juga menunjukkan pelemahan kinerja impor pada September 2018 yakni, hanya US$14,6 miliar,dibanding kondisi sebelumnya sebesar US$16,84 miliar.

Secara kumulatif, impor berada di angka US$138,78 miliar. Tetapi nilai ekspor Indonesia dari Januari hingga September tercatat di angka US$134,99 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisit pada periode tahun berjalan.

“Kami mengharapkan industri manufaktur lebih cepat lah. Pertumbuhan ekspor masih sangat kecil. Impor walaupun pertumbuhannya turun, tapi yoy (year on year/secara tahunan) masih (naik) 14 persen. Itu masih terlalu tinggi,” Sri Mulyani menegaskan. (chri/lav)

Sumber: CNN Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only