Catat! Batu Bara Sudah Kena Pajak per 2 November, Tapi…

Jakarta, CNBC Indonesia – Mulai 2 November 2020 batu bara merupakan Barang Kena Pajak (BKP) yang penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan Pasal 112 Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hal tersebut tertuang dalam dokumen Surat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI per 11 November 2020 lalu yang diterima CNBC Indonesia.

Surat tersebut menyebutkan bahwa PPN batu bara ini berlaku efektif saat UU Cipta Kerja mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu pada 2 November 2020 dan tidak terdapat masa transisi dalam pelaksanaan UU tersebut.

“Dengan kata lain, seluruh norma terkait dengan perpajakan, sudah mulai berlaku sejak tanggal 2 November 2020,” tulis surat tersebut.

Pengaturan batu bara sebagai BKP tersebut disebutkan tidak memerlukan aturan pelaksanaan lebih lanjut, dengan demikian mulai 2 November sudah operasional untuk dilaksanakan Wajib Pajak.

“Dengan demikian, apabila Saudara (badan usaha) melakukan penyerahan batu bara mulai tanggal 2 November 2020 wajib melaksanakan kewajiban perpajakan di bidang PPN yaitu mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), memungut PPN, menyetor PPN, dan melaporkan PPN sesuai dengan ketentuan UU PPN,” kata surat tersebut.

Namun demikian, bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, Perjanjian tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak atau perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 169 UU No. 4 Tahun
2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.

“Dengan demikian, dalam hal PKP2B mengatur secara khusus ketentuan perpajakan (nailed down), maka ketentuan perpajakan tersebut tetap berlaku sampai dengan PKP2B tersebut berakhir.”

Adapun pelaksanaan kewajiban Pajak Penjualan (PPn) bagi PKP2B Generasi I sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-194/PMK.03/2012 masih tetap berlaku dan wajib dilaksanakan selama belum ada perubahan atau pencabutan atas peraturan tersebut.

CNBC Indonesia telah mencoba menanyakan hal ini kepada Direktorat Jenderal Pajak, namun hingga kini belum menerima jawaban.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa penerapan PPN pada batu bara ini untuk menyeragamkan perlakuan pajak pertambahan nilai bagi semua perusahaan tambang batu bara.

Pasalnya, selama ini menurutnya terdapat pengaturan yang berbeda terkait pengenaan PPN pada perusahaan tambang batu bara seperti pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

“Selama ini dengan pengaturan batu bara sebelum menjadi briket, batu bara adalah non BKP (barang kena pajak), juga karena adanya pengaturan tersendiri melalui masing-masing PKP2B, maka terjadi perlakuan yang beragam untuk PPN atas batu bara. Oleh karena itu, untuk keseragaman dan kepastian hukum, batu bara ditetapkan menjadi BKP (barang kena pajak),” jelasnya melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia pada Senin (12/10/2020).

Pada Pasal 4A (2) perubahan UU No.42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang menjadi bagian dari Pasal 112 Omnibus Law, berbunyi “Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;..”

Sumber : Cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only