Negara Berpotensi Kehilangan Penerimaan Pajak Rp 298 Triliun

JAKARTA – Kementerian Keuangan mengungkapkan terdapat potensi kehilangan penerimaan pajak Rp298,3 triliun pada periode 2016-2017 sebagai imbas dari pelaksanaan insentif fiskal oleh pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci, pengeluaran pajak demi aktivitas ekonomi atau tax expenditure pada 2016 sebesar Rp143,6 triliun dan 2017 di angka Rp154,7 triliun. Jika dihitung berdasarkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), kehilangan penerimaan untuk insentif fiskal tercatat masing-masing 1,16 persen dan 1,14 persen pada 2016 dan 2017.

Jika pemerintah tidak memberi insentif fiskal, maka dana tersebut akan masuk ke kantung negara, sehingga rasio pajak terhadap PDB bisa lebih baik dalam dua tahun kemarin. Kendati demikian, Sri Mulyani menilai potensi pajak yang hilang itu bisa menjadi cerminan efektivitas insentif fiskal yang digelontorkan pemerintah.

“Dengan angka ini, kami bisa evaluasi. Apakah kebijakan-kebijakan itu efektif? Kalau memang tidak efektif, tentu kami kaji ulang, sehingga ke depan mungkin kami bisa perbaiki policy perpajakan,” jelas Sri Mulyani.

Ia mengatakan, angka itu terdiri dari potensi kehilangan penerimaan dari empat pos pajak, yakni Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp40,7 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPnBM) sebesar Rp239,54 triliun, dan bea masuk dan cukai sebesar Rp17,99 triiun.

Angka kehilangan PPN dan PPnBM yang tinggi ini disebabkan kebijakan insentif fiskal yang mendukung daya beli masyarakat. Contohnya, fasilitas PPN tidak terutang untuk kebutuhan rumah tangga, seperti beras dan jagung. Tak hanya itu, pemerintah juga membebaskan PPN bagi penggunaan listrik di bawah 6.600 Volt Ampere (VA).

Maka itu, tak heran jika potensi kehilangan penerimaan ini terjadi di tingkat rumah tangga. Data yang dimilikinya menyebut, golongan rumah tangga menikmati insentif fiskal sebesar Rp115,94 triliun, atau 38,86 persen dari total tax expenditure sepanjang 2016 dan 2017.

“Selain itu, tax expenditure bagi PPN besar karena ada fasilitas PPN tidak terutang bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kami cukup senang karena fasilitas perpajakan lebih digunakan ke arah daya beli rakyat dan mendorong sektor produktif,” ucap dia.

Ke depan, ia berharap insentif fiskal bisa dinikmati oleh dunia usaha, khususnya setelah ketentuan pengurangan PPh bagi investasi (tax holiday) direvisi awal tahun ini. Apalagi, sejauh ini, tax expenditure untuk mendorong investasi masih terbilang kecil, yakni Rp42,28 triliun.

Sumber: krjogja.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only