Instrumen Investasi Dividen, DJP: Mirip Waktu Tax Amnesty

Pemerintah akan menggunakan skema serupa dengan ketentuan dalam tax amnesty terkait dengan syarat investasi atas dividen yang diterima wajib pajak orang pribadi agar dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (17/12/2020).

Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak (DJP) Yunirwansyah mengatakan sesuai dengan UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja, dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi, harus memenuhi syarat diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

“Dalam RPMK (rancangan peraturan menteri keuangan), kami memberikan fasilitas investasinya mirip dengan waktu tax amnesty. Waktu tax amnesty dulu, kami memberikan instrumen lebih kurang 8. Nah, dalam RPMK ini kami tambahkan menjadi lebih kurang 12,” ungkapnya.

Dalam Pasal 12 UU Pengampunan Pajak, investasi atas harta yang dialihkan ke dalam negeri dilakukan paling singkat 3 tahun dalam bentuk surat berharga negara, obligasi BUMN, obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki pemerintah, dan investasi keuangan pada bank persepsi.

Ada pula obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah, dan bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain mengenai instrumen investasi atas dividen agar dikecualikan dari objek PPh, ada pula bahasan terkait dengan pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) pembeli dalam faktur pajak dan target penerbitan aturan turunan klaster perpajakan UU Cipta Kerja.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pinjaman untuk UMKM

Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah tidak menjabarkan detail rencana instrumen investasi yang dapat menjadi wadah dividen agar bisa dikecualikan dari objek PPh. Namun, dari 12 tersebut, menurut dia, salah satunya terkait dengan usaha mikro, kecil, dan menengah.

“Penyaluran pinjaman kepada UMKM. Jadi, kami ingin juga supaya UMKM itu juga memperoleh manfaat dari dividen,” katanya. (DDTCNews)

  • Model Bisnis Berbeda

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah ingin menciptakan level playing field melalui kewajiban pencantuman NIK pembeli pada faktur pajak. Untuk itu, perlu masukan dari dunia usaha agar implementasi klausul tersebut tidak menimbulkan masalah di lapangan.

“Implementasinya ini perlu dipikirkan mengingat model bisnis pengusaha itu masing-masing berbeda,” katanya.

  • Awal Januari

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar mengatakan hingga saat ini pemerintah masih terus menggodok rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan RPMK yang menjadi turunan klaster perpajakan UU Cipta Kerja.

“Ada beberapa ketentuan yang nanti akan diatur di dalam PP maupun di dalam perubahan PMK. Mudah-mudahan nanti awal Januari kedua ketentuan tersebut sudah bisa diterbitkan. Sekarang masih dalam proses,” katanya. (DDTCNews)

  • Subjek Pajak Luar Negeri

DJP akan memberikan kesempatan kepada warga negara Indonesia (WNI) untuk mengajukan permohonan penetapan sebagai subjek pajak luar negeri (SPLN) lebih awal sebelum bertempat tinggal atau bekerja di luar negeri.

Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah mengatakan wajib pajak bisa mengajukan permohonan lebih awal dengan menyertakan beberapa dokumen antara lain seperti surat keterangan domisili, kontrak kerja, dan dokumen-dokumen lainnya.

“Jadi misal saya tahun depan akan jadi subjek pajak negara X. Nah, itu nanti bisa secara sistem kami perlakukan sebagai nonefektif. Jadi kami freeze statusnya sebagai SPDN (Subjek Pajak Dalam Negeri),” katanya. (DDTCNews)

  • Penetapan Tarif atas Jenis PNBP

Pemerintah menerbitkan peraturan baru mengenai tata cara penetapan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2020. Terbitnya beleid yang berlaku sejak 7 Desember 2020 ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2018.

“Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur dan/atau menetapkan jenis dan/atau tarif atas jenis PNBP dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini,” bunyi Pasal 28. (DDTCNews)

  • Penerimaan Cukai

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) 113/2020, pemerintah sudah memasukkan target penerimaan cukai plastik senilai Rp500 miliar pada tahun depan. Adapun penerimaan dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ditargetkan senilai Rp5,56 triliun.

Penerimaan dari cukai EA pada tahun depan ditargetkan senilai Rp155,9 miliar. Sementara target penerimaan cukai terbesar masih berasal dari cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok senilai Rp173,78 triliun.

Sumber : ddtc.co.id, Kamis 17 Desember 2020

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only