Target Pajak 2020 Melesat, Tahun 2021 Semakin Berat

Jakarta. Pemerintah harus bekerja lebih keras mengumpulkan setoran pajak di tengah perekonomian yang masih mengalami resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, penerimaan negara 2020 turun 15% dari target yang dipatok dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020. Artinya, penerimaan negara sepanjang tahun ini hanya akan terkumpul Rp 1.445 triliun, bahkan turun 26,17% dibanding realisasi penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.

Menkeu juga menyebut sampai 23 Desember 2020, realisasi setoran pajak baru Rp 1.019,56 triliun, setara 85,05% dari target Rp 1.198,8 triliun. Makanya, tren shortfall pajak bakal terulang.

Jika hal itu terjadi maka basis penerimaan pajak tahun ini jadi lebih rendah. Otomatis, angka kenaikan target 2021 bakal lebih besar.

Berdasarkan Anggaran Pendapatan Negara (APBN) 2021, target penerimaan pajak sebesar Rp 1.229,6 triliun, tumbuh 2,5% dari target tahun ini. Kenaikan tersebut masih di bawah rerata pra Covid-19. “Penerimaan pajak ditingkatkan tanpa menyebabkan ekonomi menjadi lemah kembali,” tandas Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Untuk mengejar target yang sangat besar tersebut, pemerintah bakal menerapkan pemungutan pajak transaksi elektronik (PTE) atas perusahaan digital asing atau Perdagangan Elektronik (PMSE). PTE ini sudah menjadi amanah Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020. Kebijakan ini juga sebagai mitigasi jika negara-negara yang tergabung di G20 dan OECD gagal mencapai konsensus pajak penghasilan (PPh) pada pertengahan 2021 mendatang. Seperti kita tahu pembahasan PPh digital ini seharusnya sudah bisa menjadi konsensus pada Oktober 2020 namun gagal karena Amerika Serikat mundur dari pembahasan tersebut.

PPN bisa jadi andalan penerimaan 2021 depan seiring pemulihan.

Konsensus untuk memungut pajak baru ini penting agar tidak menimbulkan sengketa atau balasan dari negara lain. Apalagi sektor bisnis digital ini banyak mendapat keuntungan saat terjadi krisis.

PPN bisa diandalkan

Selain mengandalkan PTE dari PMSE pajak bisa meningkatkan pengawasan ke sektor usaha yang mencatatkan pertumbuhan bisnis positif.

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) mencatat ada sejumlah sektor yang memiliki nilai tambah besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan relatif aman terhadap pandemi, yang akan dibuka secara bertahap pada tahun depan. Beberapa sektor ini yakni seperti industri makanan dan minuman, kimia, farmasi dan obat tradisional, hingga tekstil dan produk dari tekstil (TPT).

Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Suryo Utomo juga mengatakan, otoritas bakal lebih gencar melakukan pengawasan dan penegakan hukum kepada basis pembayar pajak. Pengawasan akan dilakukan kantor pajak dengan metode berbasis kewilayahan. Ini merupakan strategi baru otoritas pajak untuk mengejar penerimaan pajak dari wajib pajak strategis.

Pajak juga akan terus memperluas basis pajak digital dari perusahaan asing untuk memungut, menyetor, dan melapor pajak pertambahan nilai (PPN) pada tahun depan.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, penerimaan pajak 2021 tergantung pada pengendalian pandemi virus korona. Jika vaksinasi bisa cepat direalisasikan dan efektif, ekonomi akan pulih.

Ia memprediksi PPN sebagai basis pajak konsumen yang mayoritas berasal dari orang pribadi bisa menjadi andalan 2021. Pemerintah juga bisa mengandalkan penerimaan PPh orang pribadi.

Yang jelas, “Basis data harus diperkuat supaya mudah mencocokannya. Dan nampaknya Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) tahun depan kembali marak, seiring dengan perbaikan data,” kata Prianto, Minggu (27/12).

Sumber: Harian Kontan, Seni 28 Des 2020 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only