APBN Jokowi-JK Cukup Oke Walau Masih Punya Segudang PR

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di era kepemimpinan Jokowi – JK dalam 4 tahun terakhir diklaim terus menunjukkan adanya perbaikan. Namun, masih ada segudang pekerjaan rumah yang harus dilakukan.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan, kontribusi kas keuangan negara dalam beberapa tahun terakhir memegang peran yang cukup signfikan bagi perekonomian nasional, salah satunya melalui pembangunan infrastruktur.

“Kita cukup maksimal dan konsisten, mengkombinasikan antara pembangunan jangka pendek dan jangka menengah panjang. Infrastruktur itu jangka menengah panjang,” kata Askolani di gedung parlemen, Senin (22/10/2018).

“Kalau kita tidak bangun, negara kita tidak bisa lari lebih cepat lagi dan pemerataan pembangunan belum bisa maksimal,” sambung Askolani.

Askolani tak memungkiri, gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah memang belum berpengaruh signifikkan terhadap geliat ekonomi nasional. Namun di masa depan, pembangunan tersebut cepat atau lambat akan segera dirasakan.

“Infrastruktur tidak bisa dibangun terus tumbuh, butuh waktu. Kalau konsisten dibangun, pelabuhan jadi, bandara bagus, jadi yang nikmati bukan sekarang. Tunggu 3-4 tahun ke depan itu memacu,” jelasnya.

Fokus APBN, kata dia, tak hanya melulu kepada infrastruktur. Melainkan juga pada sektor-sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, sampai dengan peningkatan sumber daya manusia yang digenjot hingga tahun depan.

Hal ini terbukti dari komitmen pemerintah yang mewajibkan alokasi dana 20% untuk sektor pendidikan, dan 5% untuk sektor kesehatan. Askolani menegaskan, ini adalah komitmen pemerintah untuk menjadikan sumber daya manusia Indonesia di masa depan lebih terjamin.

“Kami juga kasih KUR [Kredit Usaha Rakyat], itu konsisten. Hasilnya? Yang nyata adalah pemerataan pembangunan secara masif dan konsisten, diawasi tidak hanya Presiden, tapi juga menteri, Eselon I, dan pemerintah daerah. Tingkat kemiskinan 2018 bisa turun di bawah 10%, ini terlihat nyata,” jelasnya.

Secara garis besar, Askolani memandang, pengelolaan kas keuangan negara dalam beberapa tahun terakhir pun sudah cukup positif. Keseimbangan primer misalnya, dalam jangka menengah panjang ditargetkan bisa berada di nol.

“Jadi sangat mendukung dan cukup kuat. KIta bisa dukung pembelanjaan yang semakin baik dan berkualitas. Defisit APBN kita bisa lebih rendah dari 2%, keseimbangan primer bisa kembali mendekati nol. utang tetap terkendali tidak ada lonjakan yang signifikkan,” tegasnya.

Masih Ada Segudang PR

Meskipun kontribusi kas keuangan negara terhadap perekonomian terlihat nyata, Askolani tak memungkiri bahwa masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus terus dilanjutkan pemerintah.

Misalnya, dari kualitas belanja kas keuangan negara terutama untuk program-program sosial yang langsung berkaitan dengan daya beli masyarakat seperti bantuan subsidi yang jauh lebih tepat sasaran, sampai dengan memperkuat program keluarga harapan (PKH).

“Saya yakin, itu cikal bakal kita bisa tambah maju lagi ke depan. […] Pemerintah tidak akan tinggal diam, kekurangan-kekurangan akan terus diperbaiki,” tegasnya.

Peningkatan kualita belanja, hanya satu dari sejumlah masalah yang masih dihadapi pemerintah. Bendahara negara mencatat, masih ada dua persoalan krusial yang saat ini masih perlu diperbaiki yaitu penerimaan pajak dan keseimbangan primer.

Rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB), atau yang biasa dikenal dengan tax ratio sejak 2014 memang terus merosot. Pada periode tersebut, tax ratio tercatat cukup tinggi hingga 13,7%, namun menurun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.

Pada 2015 tax ratio Indonesia berada di angka 11,6%, kemudian pada 2016 kembali turun menjadi 10,8%, lalu pada 2017 tax ratio stagnan di 10,7%. Pada tahun ini dan tahun depan, pemerintah menargetkan tax ratio bisa di 11.6% dan 12,1%.

Salah satu masalah utama yang menyebabkan tax ratio Indonesia relatif kecil dalam beberapa tahun terakhir tak lepas dari tingkat kepatuhan wajib pajak dari surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang dilaporkan masih rendah.

Hal tersebut yang membuat penerimaan pajak tak pernah mencapai target, sehingga membuat pemerintah harus berutang untuk membiayai defisit kas keuangan negara sebagai konsekuensi belanja yang masif tak mampu ditutupi oleh penerimaan pajak.

Wajar saja, hampir 80% penerimaan negara memang berasal dari penerimaan pajak. Jika penerimaan pajak tidak optimal, maka secara keseluruhan akan berdampak pada kinerja APBN.

Masalah kedua, adalah keseimbangan primer yang saat ini masih mengalami defisit, yang menandakan pemerintah harus berutang untuk membayar bunga utang. Keseimbangan primer adalah selisih antara penerimaan dikurangi belanja yang tidak termasuk pembayaran utang jatuh tempo.

“Tetapi keseimbangan primer jangka menengah diharapkan bisa mendekati nol. Sekarang sudah positif,” tegas Askolani.

APBN terus diupdate per bulan bagaimana realisasinya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati perlu diacungi dua jempol lewat konsistensinya dalam melaporkan realisasi APBN tiap bulan.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only