Transaksi Hitam Melonjak

JAKARTA — Di tengah pandemi Covid-19, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan adanya peningkatan transaksi keuangan mencurigakan di bidang perpajakan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawasan aliran dana di bidang perpajakan sepanjang tahun lalu cukup lemah dan masih rentan.

Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis, jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) di bidang perpajakan sepanjang tahun lalu mencapai 1.602 transaksi.

Angka tersebut naik dibandingkan dengan catatan pada tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 1.481 LTKM. LTKM di bidang perpajakan juga terpantau menjadi kasus terbanyak kedua sepanjang 2020 setelah LTKM di bidang korupsi.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mencatat, dugaan tindak pidana korupsi masih menjadi tindak pidana yang paling dominan dalam hasil analisa, yaitu sebanyak 199 hasil analisa atau 38%.

Jumlah hasil analisa dengan dugaan tindak pidana korupsi tersebut turun 21,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebanyak 253 hasil analisa.

“Sementara itu, jumlah hasil analisa dengan dugaan tindak pidana di bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana dominan berikutnya mengalami kenaikan sebesar 11,5%,” tulis dokumen PPATK yang diperoleh Bisnis, Senin (22/2).

Adapun jumlah hasil analisa dugaan tindak pidana korupsi di bidang perpajakan pada tahun lalu tercatat sebanyak 126. Sejak Januari 2003—Desember 2020, total hasil analisa di bidang ini mencapai 553.

Akan tetapi, tindak lanjut dari hasil analisa tersebut terpantau masih sangat minim. Jumlah kumulatif putusan pengadilan terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sejak Januari 2005—Desember 2020 hanya 4 kasus atau 0,7%.

Data LTKM tersebut mendukung temuan PPATK sebelumnya, di mana potensi penerimaan negara dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) di sektor perpajakan pada tahun lalu mencapai Rp20 triliun.

Dari jumlah tersebut, dana senilai Rp9 triliun berhasil masuk ke kantong negara setelah dilakukan pemanfaatan hasil analisis dan pemeriksaan oleh PPATK.

“Selama 2020 pemanfaatan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK telah menghasilkan konstibusi ke penerimana negara sebesar Rp9 triliun,” kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae.

Berdasarkan penelusuran Bisnis, catatan sepanjang tahun lalu itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2019, tepatnya sejak 1 Januari—11 Desember 2019, dana yang masuk ke negara setelah dilakukan pemanfaatan hasil analisis dan pemeriksaan hanya senilai Rp4,97 triliun.

Kendati berhasil mengamankan dana negara senilai Rp9 triliun, sebenarnya capaian ini bukanlah sebuah prestasi. Makin mening- katnya dana yang berhasil diamankan justru mengindikasikan bahwa praktik pencucian uang di bidang perpajakan masih marak.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan bahwa otoritas fiskal selalu melakukan permintaan data transaksi keuangan kepada PPATK.

PEMERIKSAAN

Hal tersebut diperlukan untuk pelaksanaan proses pemeriksaan atau penyidikan pajak terhadap wajib pajak di Tanah Air. “Jadi, permintaan data transaksi keuangan kepada PPATK dilakukan kasus per kasus,” tuturnya kepada Bisnis.

Namun demikian, PPATK tidak menjadi sumber data utama Ditjen Pajak terkait dengan indikasi pelanggaran oleh wajib pajak. Selain lembaga tersebut, Ditjen Pajak juga mendapatkan data secara rutin dari 69 instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya (ILAP), serta menerima data keuangan dari perbankan.

Kemudian, seluruh data dari 69 ILAP tersebut diolah di Direktorat Data dan Informasi Perpajakan Ditjen Pajak dan dipakai oleh seluruh unit vertikal otoritas fiskal dalam melakukan pengawasan perpajakan.

Hanya saja, Neil belum menyebutkan data terkait dengan nilai atau potensi pajak yang tidak terpungut dari hasil pengawasan tersebut. “Belum ada infonya.”

Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang diperoleh Bisnis, selama 2016—2020 praktik tindak pidana pencucian uang di bidang perpajakan yang telah P21 atau lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan sebanyak delapan kasus.

Dari jumlah tersebut, lima di antaranya telah diputus bersalah oleh majelis hakim. Adapun pada tahun lalu, pemerintah telah menangani empat kasus tindak pidana pencucian uang di bidang perpajakan dengan nilai kumulatif mencapai Rp8,9 miliar.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia
Tgl : 23/2/2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only