Berharap Deruman Mobil Mengungkit Ekonomi

Kinerja industri alat angkut yang turun tajam jadi alasan pemerintah kasih insentif PPnBM

JAKARTA. Pemerintah sepakat untuk memberikan insentif diskon tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil. Insentif ini berlaku selama sembilan bulan per tanggal 1 Maret 2021 hingga 1 Desember 2021.

Pemerintah menegaskan, insentif diskon PPnBM mobil ini bertujuan untuk mendorong konsumsi kelompok masyarakat berpenghasilan menengah-atas yang diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, sumbangan industri otomotif terhadap produk domestik bruto (PDB) sangat kecil. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kontribusi industri otomotif terhadap PDB masih di bawah 2%.

Pada tahun 2017, kontribusinya 1,82%, tahun 2018 1,76%, tahun 2019 1,63%, dan tahun 2020 hanya 1,35%.

“Yang termasuk kategori alat angkutan di antaranya mobil, truk, sepeda motor, juga suku cadangnya,” kata Direktur Neraca Produksi BPS Dody Herlando kepada KONTAN, Selasa (16/2).

Sementara pertumbuhan otomotif tahun 2017 3,68% year on year (yoy) dan 2018 4,24% yoy. Namun tahun 2019 dan 2020 masing-masing terkontraksi 3,43% dan -19,86%.

Sekretaris Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, sepanjang 2020 sektor industri manufaktur minus 2,9% year on year (yoy). Padahal kontribusinya terhadap PDB mencapai sekitar 19% per tahun.

Diantara sektor manufaktur itu, industri alat angkutan, kendaraan bermotor, dan mesin mencatatkan kontraksi paling tinggi ketimbang sektor manufaktur lainnya.

Susiwijono mengakui insentif ini bakal menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 2,3 triliun. Namun, ia berharap hal itu akan terbayar dengan dampak ekonomi dari kebijakan insentif ini. “Sektor otomotif punya multiplier effect yang luas,” tandas Susiwijono.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy mengatakan, dalam tataran teoritis, insentif ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi sektor otomotif dan dari sisi konsumsi rumah tangga.

Namun, ia menilai momentum pemberian insentif kurang tepat. Sebab, selama pandemi masih berlangsung, tren masyarakat untuk menabung masih akan berlanjut.

Di sisi lain, kecepatan respon insentif juga tergantung pada penyaluran kredit oleh perusahaan pembiayaan. “Sehingga tujuan pemberian insentif untuk mendorong pemulihan ekonomi tidak bisa berjalan secara optimal,” kata Yusuf kepada KONTAN.

Sumber: Harian Kontan, Rabu 17 Feb 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only