Konsolidasi Fiskal 2023, Pil Menyehatkan

epaper.kontan.co.id

Konsolidasi Fiskal 2023, Pil Menyehatkan

Wahyu Utomo, Kepala Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan 7-8 minutes


Sudah satu tahun kita berjuang menghadapi Covid-19, walaupun sudah mengalami banyak kemajuan, namun kita belum sepenuhnya mampu memprediksi secara tepat kapan gelombang korona berakhir. Kondisi saat ini tentunya belum sepenuhnya dapat berjalan normal, sehingga tetap perlu langkah antisipasi dan mitigasi, dan mencari berbagai terobosan kebijakan, agar pandemi dapat segera diatasi.

Untuk itulah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bergerak sangat dinamis. Defisit APBN 2020 yang semula 1,76% dari produk domestik bruto (PDB) melebar menjadi 5,07% PDB (Perpres No 54 tahun 2020), dan kembali mengalami melebar menjadi 6,34% PDB (Perpres No.72 tahun 2020) seiring dengan perluasan berbagai program stimulus fiskal.

Sementara dalam rangka akselerasi recovery dan penguatan reformasi pada APBN 2021, pemerintah masih menempuh kebijakan ekspansif dengan defisit 5,7% PDB. Selanjutnya untuk menjaga keseimbangan antara kebijakan countercyclical dan pengendalian risiko maka dilakukan langkah konsolidasi fiskal secara bertahap dan diharapkan defisit kembali maksimal 3% PDB tahun 2023.

Mencermati dinamika perekonomian dan pandemi, tantangan pengelolaan ekonomi dan fiskal kedepan masih menghadapi tantangan cukup berat yang perlu direspon cepat. Pertama, penanganan Covid-19 dan proses pemulihan perlu diakselerasi.

Kedua, perekonomian global dan domestik masih menyimpan risiko ketidakpastian sehingga tetap perlu diantisipasi. Ketiga, pasca korona juga menjadi momentum untuk melakukan reformasi struktural untuk penguatan daya saing dan peningkatan kapasitas produksi dengan melakukan reformasi penguatan sumber daya manusia dan transformasi ekonomi. Keempat, perlu juga antisipasi isu lingkungan dan penggeseran aktivitas ekonomi yang berbasis teknologi komunikasi informasi.

Sementara itu tantangan pengelolaan fiskal kedepan adalah, pertama, penerimaan negara secara prosentase PDB menunjukan tren penurunan baik penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua, risiko fiskal meningkat yang terefleksi defisit dan negative primary balance meningkat, begitu juga rasio utang juga meningkat. Ketiga, kombinasi pelemahan di sisi pendapatan dan meningkatnya beban utang dapat mempersempit ruang fiskal sehingga dapat menganggu fleksibilitas dalam pengelolaan fiskal ke depan.

Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut maka konsolidasi fiskal menjadi kebutuhan mendasar untuk mendisiplinkan pengelolaan fiskal jangka pendek demi memelihara keberlanjutan fiskal jangka menengah -panjang. Secara umum urgensi pentingnya langkah konsolidasi fiskal dapat dilihat dari beberapa perspektif yaitu perspektif ekonomi, makro fiskal dan konsistensi kebijakan.

Dalam perspektif ekonomi meliputi, pertama, dalam kondisi krisis, fungsi kebijakan fiskal lebih efektif untuk fungsi stabilisasi dan distribusi. Kedua, data empiris menunjukkan peran belanja negara yang terus melemah dalam mendorong pertumbuhan dalam 10 tahun terakhir. Mengandalkan belanja negara saja sebagai instrumen mendorong pertumbuhan menjadi kurang efektif.

Ketiga, reformasi struktural yang dilakukan (UU Cipta Kerja, pembentukan LPI), dapat menjadi instrumen penting peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi. Keempat, pelebaran defisit yang cukup besar di tengah pendapatan yang belum optimal akan menimbulkan crowding out di pasar keuangan, yang bisa menghambat investasi.

Sedangkan dalam perspektif makro fiskal berupa pertama, pelebaran defisit yang tinggi berdampak pada peningkatan risiko utang (debt ratio, interest ratio, debt service ratio), sehingga berpotensi mengganggu kesinambungan dan kredibilitas fiskal yang merupakan jangkar perekonomian. Kedua, konsolidasi fiskal menjadi momentum akselerasi reformasi fiskal terutama perpajakan dan spending betterKetiga, peningkatan stok utang akan meningkatkan beban biaya utang, sehingga akan mempersempit ruang fiskal ke depan.

Sementara itu dalam perspektif konsistensi kebijakan adalah pertama, respon kebijakan fiskal dalam penanganan Covid-19 telah terstruktur dan sistematis melalui tahapan yang jelas yaitu extraordinary policy, reopening policy dan recovery dan reforms policy yang selanjutnya fiscal consolidation policyKedua, UU Nomor 2/2020 mengamanatkan agar defisit kembali maksimal 3% pada tahun 2023, sehingga penundaan konsolidasi akan mereduksi kredibilitas pemerintah

Arah konsolidasi fiskal

Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka konsolidasi fiskal secara bertahap diharapkan tahun 2023, dapat kembali defisit maksimal 3% dari PDB. Secara umum langkah konsolidasi fiskal di tahun 2023 merupakan upaya untuk pendisiplinan fiskal dalam pengendalian risiko yang bersifat jangka pendek. Namun pendisiplinan fiskal akan memberi manfaat jangka menengah-panjang berupa lebih terpeliharanya keberlanjutan fiskal dan lebih terkendalinya risiko fiskal yang lebih solid.

Langkah konsolidasi dapat diibaratkan sebagai pil pahit yang dapat menyehatkan. Sebaliknya penundaan konsolidasi fiskal di 2023, memang akan memberikan fleksibilitas pengelolaan fiskal jangka pendek namun akan memberatkankan pengolaan fiskal dalam jangka menengah-panjang.

Langkah konsolidasi fiskal pada 2023 akan berjalan smooth apabila ditopang oleh reformasi yang komprehensif baik pada sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan. Untuk itulah seharusnya Langkah konsolidasi fiskal di 2023 juga harus dimaknai sebagai upaya untuk akselerasi reformasi fiskal, sehingga dapat berkontribusi bagi penguatan fiskal dan perekonomian secara keseluruhan.

Secara umum reformasi fiskal yang perlu digulirkan pertama, optimalisasi pendapatan baik pada penerimaan perpajakan mapun PNBP. Reformasi perpajakan dilakukan dengan perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan serta penggalian potensi melalui penguatan sistem perpajakan yang compatible dengan struktur perekonomian dan dapat menangkap aktivitas perekonomian yang berbasis ICT.

Kedua, belanja negara diarahkan penguatan spending better yang diharapkan mendorong penganggaran yang fokus terhadap program prioritas, mengefisienkan belanja kebutuhan dasar, serta mendorong sinergi antar kementerian dan lembaga juga antarprogram. Mempersiapkan antisipasi untuk meredam uncertainty melalui implementasi automatic stabilizer.

Ketiga, mendorong pembiayaan yang inovatif, fleksibel namun prudent dan sustainable, melalui skema KPBU, pendalaman pasar, serta menjaga komposisi utang yang efisien dan optimal. Keempat, mendorong manajemen kas yang lebih baik dengan menjaga fiscal buffer (SAL) yang aman namun efisien untuk mendukung pelaksanaan APBN tahun berjalan dan untuk antisipasi uncertainty.

Melalui kerja sama seluruh pihak diharapkan kita dapat mewujudkan APBN yang sehat, kredibel dan akuntabel.

Sumber: Harian Kontan, Jumat 19 Mar 2021 hal 15

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only