Pajak Karbon Dikhawatirkan Hambat Strategi Pemulihan Ekonomi

Jakarta: Rencana implementasi pajak karbon berisiko menekan daya beli masyarakat dan kontraproduktif dengan misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Pasalnya, pungutan atas emisi karbon memiliki efek berganda yang signifikan, termasuk risiko tergerusnya daya beli masyarakat karena harga jual beberapa barang yang dikenai pajak menjadi lebih mahal.

“Pemulihan ekonomi pascacovid-19 memerlukan waktu lama. Jadi kalau ekonomi baru mau pulih lalu dihajar dengan pajak, pemulihannya bisa terhambat,” kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 September 2021.

Fabby menjelaskan pajak karbon akan dikenakan kepada produsen atau menyasar sisi produksi. Kebijakan ini memiliki konsekuensi berupa meningkatnya ongkos produksi sejumlah produk manufaktur.

Sejalan dengan itu, maka produsen akan membebankan pajak tersebut kepada konsumen dengan mengerek harga jual barang. Artinya, masyarakat menjadi pihak terakhir yang harus menanggung beban pajak karbon tersebut.

Selain itu, kebijakan ini juga tidak selaras dengan strategi pemerintah untuk menyehatkan ekonomi lewat pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sampai saat ini terdapat 15,5 juta UMKM yang sudah masuk dalam platform perdagangan elektronik, dan ditargetkan 60 juta UMKM masuk ke platform digital.

“Jika pajak karbon diterapkan, akselerasi UMKM dikhawatirkan terhambat karena kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap ongkos produksi yang dikeluarkan,” paparnya.

Menurut Fabby, kebijakan ini juga berpotensi menghambat ekspansi bisnis pelaku usaha di dalam negeri karena biaya yang dikeluarkan jauh lebih mahal. Dengan kata lain, pajak karbon berisiko memangkas realisasi penanaman modal terutama yang berasal dari dalam negeri.

“Harus dipikirkan dampak dari kebijakan ini kepada industri-industri tertentu, karena industri yang terkena harus mempersiapkan diri,” urainya.

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menilai pajak karbon berpotensi menimbulkan ‘the poor will be suffering’, yakni masyarakat yang lemah atau miskin akan lebih menderita.

“Potensi terjadinya hal tersebut akan terjadi di sektor pertanian, yang mayoritas petani di Indonesia banyak menggunakan pupuk yang mengandung emisi karbon,” pungkas Ecky Awal.

Sumber: medcom.id, Rabu 15 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only