Meracik Tarif Sunset Policy

Pemerintah tengah menghitung ulang skema tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang ideal atas harta yang diungkapkan oleh wajib pajak dalam program Sunset Policy.

Perhitungan kembali ini dilakukan setelah mayoritas fraksi di DPR menolak usulan pemerintah yang tertuang di dalam RUU tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Sunset Policy adalah program sukarela yang menyasar dua kelompok wajib pajak. Pertama, peserta Tax Amnesty 2016 yang belum sepenuhnya mengungkap atau melaporkan harta yang dimiliki per 31 Desember 2015 saat program tersebut berlangsung.

Kedua, wajib pajak orang pribadi yang memperoleh aset selama 2016—2019 yang masih dimiliki sampai dengan 31 Desember 2019 namun belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) 2019.

Mengacu pada dokumen RUU KUP, tarif dalam Sunset Policy yang diusulkan pemerintah tersebut di kisaran 12,5%—30%. Adapun tarif yang diusulkan oleh mayoritas fraksi di DPR adalah 3,5%—20%.

Kalangan legislator menilai, jika tarif yang dikenakan cukup tinggi maka akan mengurangi minat dari wajib pa-jak untuk mengikuti program tersebut.

Atas dasar inilah kemudian otoritas fiskal melakukan pembahasan secara intensif untuk menemukan formula yang tepat sehingga tidak membebani wajib pajak dan tetap menjaga prospek penerimaan negara.

Akan tetapi saat dihubungi Bisnis, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari tidak bersedia memberikan tanggapan lebih dalam.

“Tim pemerintah dan DPR sedang maraton membahas, kami menghormati tim ini untuk membahas hingga tuntas dulu,” kata dia kepada Bisnis, Selasa (28/9).

Adapun Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan tarif yang diusulkan dalam RUU KUP sudah cukup rendah.

Menurutnya, dengan besaran tarif yang diusulkan tersebut minat wajib pajak untuk mengikuti program untuk mendorong kepatuhan ini akan meningkat.

Efektivitas Sunset Policy terhadap penerimaan pajak memang tergantung pada besaran tarif yang ditentukan. Jika tarif rendah maka peminat program ini besar sehingga bakal menambah kantong negara.

Terlebih, potensi pajak yang bakal dipungut oleh pemerintah melalui program ini sangat besar. Berdasarkan Naskah Akademik RUU KUP, potensi penerimaan pajak yang bisa dikantongi dalam Sunset Policy mencapai Rp67,6 triliun.

Estimasi tersebut didapatkan berdasarkan selisih jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dengan jumlah harta berdasarkan data dari pertukaran informasi otomatis atau Automatic Exchange of Information, dikalikan dengan tarif efektif pajak sebesar 15% dari jumlah harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019.

SITUASI EKONOMI

Wakil Ketua Umum Adapun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bobby Gafur Umar mengatakan peme-rintah hendaknya merancang mekanis-me tertentu yang lebih memudahkan pengusaha mengingat situasi ekonomi belum stabil.

“Katakanlah nanti bisa bertahap, ada pembayaran di depan, kalau menjadi 10%, cicilan 3 tahun dan sebagainya,” harap Bobby.

Menurutnya, penyederhanaan mekanisme pembayaran ini memudahkan pelaku usaha sehingga bisa mendo-rong partisipasi yang tinggi.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai tarif yang diusulkan oleh pemerintah terlampau tinggi.

Dia mengusulkan agar tarif diturunkan dari 15% menjadi 5% kepada wajib pajak peserta Tax Amnesty 2016 yang belum mengungkapkan hartanya per 31 Desember 2015, dan memangkas tarif 12,5% menjadi 3% untuk wajib pajak yang menanamkan asetnya pada Surat Berharga Negara.

Adapun untuk skema kedua, di mana wajib pajak yang memiliki harta selama 2016—2019 namun belum dilaporkan dalam SPT 2019, Prianto menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan diskon sebesar 50% dari tarif yang diusulkan.

“Peserta skema kedua ini seperti ikut Sunset Policy 2008 karena hanya ada penghapusan sanksi administrasi, sedangkan tarif PPh menggunakan aturan normal,” ujarnya.

Terlepas dari perdebatan mengenai hal ini, Prianto menilai tarif rendah tidak serta-merta memancing minat wajib pajak untuk mengikuti program tersebut.

Akan tetapi setidaknya penurunan tarif menjadi salah satu tolok ukur compliance cost yang rendah. Artinya, jika wajib pajak bersedia mengungkap hartanya secara sukarela maka denda yang dikenakan masih masuk akal.

Di sisi lain, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang menolak program ini karena memiliki kesamaan dengan Tax Amnesty2016.

Pasalnya, saat meluncurkan Tax Amnesty 5 tahun lalu pemerintah berkomitmen menyajikan program sekali seumur hidup.

Menurut Fraksi PKS, program pengungkapan harta sukarela ini mencederai rasa keadilan wajib pajak.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto.

Me-nurutnya, konsep Sunset Policysama dengan program Pengampunan Pajak 2016.

Dia menilai program ini justru berisiko menekan kepatuhan wajib pajak karena berasumsi bah-wa pemerintah berpeluang untuk menyediakan fasilitas serupa pada tahun-tahun mendatang.

Menurutnya, ketimbang menyediakan program pengampunan pemerintah perlu memaksimalkan tindak lanjut dari data Tax Amnesty 2016, terutama dalam kaitan untuk memperluas basis pajak.

Sumber: ortax.org (Harian Bisnis Indonesia), Rabu 29 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only