Usaha Mikro & Kecil Bebas Pajak

JAKARTA. Inilah pelipur lara bagi kalangan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Mulai tahun depan, omzet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga Rp 500 juta bebas dari pajak penghasilan (PPh). Dengan kata lain, UMKM dengan omzet Rp 500 juta terbebas dari pungutan pajak penghasilan.

Ketentuan tersebut merupakan salah satu poin yang tertuang dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru disahkan DPR. Sebagai perbandingan, selama ini UMKM dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun dikenai PPh final dengan tarif sebesar 0,5% dari omzet. “UU HPP memberikan keberpihakan kepada UMKM karena pendapatan yang tidak mencapai Rp 500 juta setahun, maka tidak terkena PPh,” tandas Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, Kamis (7/10).

Basis omzet UMKM hingga Rp 500 juta per tahun juga digunakan untuk mengurangi perhitungan pajak UMKM dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun. Sebagai contoh, jika UMKM memiliki omzet sebesar Rp 1 miliar per tahun, penghasilan yang dikenai PPh final dengan tarif 0,5% tersebut adalah sebesar Rp 500 juta (Rp 1 miliar dikurangi Rp 500 juta).

Alhasil, pelaku usaha kecil menengah hanya membayar pajak sebesar Rp 2,5 juta, bukan Rp 5 juta. “Selama ini tidak ada batasan tersebut. Yang penghasilannya Rp 10 juta, Rp 100 juta per tahun tetap kena PPh,” ujar Sri Mulyani.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengapresiasi insentif pajak bagi kalangan UMKM ini. Menurutnya, relaksasi ini bisa mempertebal arus kas atau cash flow para pelaku usaha kecil, sehingga membantu UMKM yang terdampak pandemi Covid-19.

Meski begitu, Ikhsan berharap, periode pemberian insentif pajak tersebut berlaku secara permanen. “Batas waktu yang masih menjadi ketakutan, dan sudah pasti usaha mikro malah agak sulit ke depan untuk bisa naik kelas,” ujarnya.

Belanja pajak naik

Menurut pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, insentif tersebut akan mengurangi besaran nilai omzet atau dasar pengenaan pajak terhadap UMKM yang akan kena tarif PPh final dengan tarif 0,5% dari omzet. Dus, PPh final yang harus disetor oleh pelaku usaha kecil menengah ke kantor pajak menjadi berkurang.

Memang, Fajry menyatakan, insentif itu menguntungkan bagi pengusaha mikro dan kecil. Namun demikian, kebijakan tersebut akan meningkatkan belanja perpajakan pemerintah.

Sebagai gambaran, Kementerian Keuangan mencatat, belanja perpajakan tahun 2020 mencapai sekitar Rp 234,9 triliun. Dari angka tersebut, berdasarkan subjek penerima manfaat, UMKM telah menikmati belanja perpajakan sebesar Rp 59,9 triliun.

Fajry mengingatkan bahwa tujuan awal revisi Undang-Undang Pajak antara lain adalah untuk mengurangi belanja perpajakan, serta memperluas basis objek pajak (broad based taxation). Dua hal tersebut merupakan ide awal dari reformasi pajak.

Oleh karena itu, batasan omzet UMKM yang bebas PPh final 0,5% hingga Rp 500 juta per tahun tidak sejalan dengan arah awal dari revisi undang-undang perpajakan. Akibatnya, “Tax expenditure akan meningkat, dan bertentangan dengan ide broad based taxation,” kata Fajry.

Sumber : Harian Kontan Sabtu 09 Oktober 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only