Langkah Tepat BI Buat Rupiah Menguat

Jakarta. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, penguatan nilai kurs rupiah terhadap dolar AS tak lain karena adanya kabar gembira dari penurunan harga minyak dunia ke level US$ 73 per barel. Sebelumnya minyak jenis brent sempat tembus US$ 86 per barel. Jika harga minyak menurun artinya tekanan impor minyak Indonesia bisa berkurang dan suplai valas lebih terjaga.

“Sedangkan faktor domestik yaitu langkah Bank Indonesia (BI) untuk aplikasi yang sudah tepat karena selama ini pasar non deliverable forward (NDF) di luar negeri yang memperdagangkan kontrak rupiah sarat dengan spekulasi. Dengan benchmark rate yang lebih transparan dan memang diperuntukan untuk hedging bisa memberikan stabilitas kurs rupiah jangka panjang, ” ujarnya kepada SP, Rabu (7/11).

Selain itu, dari dalam negeri, investor asing mencatatkan pembelian bersih dipasar modal Indonesia senilai Rp 5.24 triliun selama seminggu terakhir. Dipengaruhi oleh sentimen rilis data pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2018 sebesar 5.17% relatif tinggi jika dibanding kuartal III tahun lalu.

Sementara dari faktor eksternal, US dollar index tertahan di 96,3 akibat pemilu sela di AS. Efek pemilu menimbulkan spekulasi para investor terkait kemenangan partai demokrat. Hal ini berimbas pada prospek stimulus fiskal pajak Trump yang terhambat.

Faktor global lain adalah rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Tiongkok Xi Jin Ping di forum G20 yang bisa meredakan suasana perang dagang. Sebelumnya Trump memerintahkan kabinet AS untuk membuat draft trade deal dengan Tiongkok.

Oleh karena itu, kata Bhima, yang perlu dimanfaatkan adalah mendorong perusahaan yang memiliki beban bahan baku impor untk melakukan pembelian lebih awal mumpung biaya impor sedikit turun. “Ini momentum yang bagus untuk simpan stok lebih banyak digudang. Karena tidak ada yang bisa menebak sampai kapan penguatan rupiah berlanjut,” katanya.

Sementara, bagi BI menurutnya bisa sedikit menahan laju kenaikan suku bunga acuan. “Saya kira BI punya ruang untuk menahan kenaikan bunga disaat dana asing kembali masuk dan rupiah menguat. Beri nafas sejuk ke pelaku usaha dengan menahan sementara kenaikan bunga acuan sehingga bisa lebih banyak pinjam kredit ke bank,” ungkap Bhima seraya menambahkan bahwa sejauh ini tekanan kenaikan bunga acuan BI berimbas kepada keyakinan pelaku usaha untuk ekspansi bisnisnya akibat cost of borrowing naik.

Peneliti Senior Bidang Ekonomi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero menambahkan, hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) yang bagus hasilnya juga membuat rupiah menguat. Sehingga, darisitu bisa terlihat bahwa kepercayaan diri terhadap instrumen SUN masih bagus. “Jadi, imbal hasil SUN masih cukup menarik dan resiko terkendali jadi cash flow masuk terus,” ucapnya.

Diketahui, lelang SUN yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan itu diadakan untuk enam seri SUN, dengan tiga di antaranya merupakan new issuance.

Berdasarkan keterangan dalam laman djppr.kemenkeu.go.id, tertera total penawaran yang masuk untuk lelang SUN enam seri tersebut sebesar Rp 51,535 triliun, padahal yang ditawarkan hanya Rp 20 triliun.

Sumber : beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only